Wednesday, April 15, 2009

birunya hati, birunya cinta


“Semua yang terjadi adalah kehendak-Nya,Yo. Termasuk kepergian mama kamu, kita kan nggak bisa berbuat apa-apa. Bukankah semua sudah ditakdirkan, kita harus bisa bersabar, semua ada maknanya” kata-kata windu masih terngiang di telingaku. Waktu mama baru meninggal dua tahun lalu karena kanker yang dideritanya. ”segala sesuatu itu dari apa yang kita pikirkan tentangnya, termasuk masalah, apakah kamu anggap sebagai masalah apa nggak”,ujarnya.
Yah....itu dulu, ketika windu masih bersamaku. Sejak mama meninggal, segalanya berubah. Papa menjadi orang yang workaholic, beliau lebih menyibukkan diri dengan pekerjaannya, demi melupakan kesedihan ditinggal mama. Akhirnya ya... Windu jadi teman dan sahabatku, tempat pelarianku, tapi kini.... dia sudah tidak ada.... Win, kenapa kau juga pergi meninggalkanku?
***
HP-ku berdering. ”Halo, ada pa, Ris?” jawabku, Haris, teman sekelas. ”jam 10,kumpul di tempat biasa, ok...” jawab suara di seberang. ”Oh,ya,oke... sapa lawannya?” tanyaku. ”Boy, anak SMA sebelah, gimana?” jawab Haris di seberang. ”oke, siapa takut?”. pembicaraan berakhir.
Kulihat jam di HP-ku, jam 9, ”masih sempat” batinku. Segera kuambil jaketku di almari. Tanpa sengaja mataku tertuju pada sebuah kotak di dalam lemariku. ’kado dari kak Pram tahun lalu, baju koko dan Mushaf Al-Quran, buat apa?’, entah bagaimana kakakku itu bisa begitu nyaman dan begitu damai, walaupun kesedihan ditinggal mama sangat bsar, ”kak, bagaimana caranya?”. tapi sudahlah, toh aku juga nyaman dengan kehidupanku sekarang ini. Aku acuhkan saja benda itu dan menuju garasi.
Ku kenakan jaket dan helm, ku ambil motorku, sebuah motor Tiger 2000, hadiah ultah dari papa sebulan setelah ibu meninggal. Bagiku, motor ini adalah pengganti papa, papa hanya memberiku harta, dia hanya mementingkan pekerjaannya, batinku.
Segera kupacu sepeda motorku ke tempat yang ditentukan, hari ini ada balapan, balapan liar, aku dan Boy, aku yakin pasti bisa menang. Kupacu motorku lebih kencang lagi.”bruummm”. Agar semua terbang brsama angin
***
”Wah, hebat, Yo. lo menang” ujar Haris setelah aku sampai finish, Boy jauh di belakang. ”ya iya lah...siapa dulu, Aryo”jawabku membanggakan diri. ”ok deh........, ntar ya, gue ambil jatahnya dulu” ujar Haris seraya menuju tempat lawan kami. Sejurus kemudian, dia kembali dengan membawa sejumlah uang.” kita pesta...” ujarnya. ” get fun tonight...” seruku.
***
”hwaaaah....ngantuk” semalam begadang. Jam setengah tujuh, siap-siap berangkat sekolah. Di ruang makan, kulihat papa tengah menikmati sarapannya, tumben, biasanya jam 6 sudah berangkat. Ntah kenapa kehadiran sosok yang sebenarnya selalu kurindukan ini jadi terasa sangat asing. Aku ngeloyor begitu saja, membisu.
”Aryo....”papa bersuara, memanggilku. Aku berhenti sejenak, ada canggung luar biasa dalam hatiku. Entah, seperti ada sekat yang luar biasa lebar di antara kami. ”Aryo berangkat,Pa, udah telat...” ujarku singkat, lalu mengambil motor dan pergi. ”Aryo...” terdengar papa memanggil seraya berdiri, tapi aku tak peduli. ’Papa cuma peduli sama pekerjaannya’, batinku. Kutinggalkan papa sendiri.
***
”Yo, nilai lo gimana?” tanya Haris disekolah, hari ini nilai mid semester dibagikan. ”yah....se-nggaknya lebih baik dari kamu yang dapat 30 di hampir semua mapel” jawabku enteng. ”dasar lo yo, paling juga 35” sungut Haris. ”Emang bokap lo nggak bakal marah,Yo?” tanya Haris lagi. Aku tertegun sesaat, ”nggak usah dipikirin ah...”. ”oke,oke, mendingan habis ni kita ke rumahku, pesta kita...daripada suntuk mikir nilai” celetuk Haris. ”oke, ide bagus, aku juga lagi suntuk di rumah”.
Dari sekolah, kami pun ke rumah Haris, pesta, sampai malem.
***
aku tertegun melihat papa duduk di ruang tengah, sambil membaca koran, wajahnya terlihat merah. Biasanya jam segini masih di kantor, dengan segala urusan thethek-bengeknya, yang memang sudah menjadi separuh dari hidupnya, bahkan mungkin seluruhnya.
Papa menatapku tajam, ”dari mana saja kamu !?” tanya papa keras. Aku memandang papa sejenak, lalu membuang muka. ”Papa tanya, dari mana saja kamu, Aryo !?” tanya papa lagi, lebih keras. ”dari rumah temen” jawabku singkat. ”ngapain hah? Kamu kerjanya main saja, bikin ulah saja, papa seriung dilapori oleh guru dan teman kamu, kamu Cuma bisa bikin onar, nilai hancur, mau jadi apa kamu, hah!!??” papa bangkit dari duduknya. Koran ditangannya digenggam erat. Aku terdiam, gejolak dalam dada tak terbendung, dadaku sesak, rahangku membesi.”setidaknya nggak seperti papa” kata-kata itu meluncur begitu saja. Suasana semakin panas, wajah papa merah padam, ”apa kamu bilang !?Yo, belajar apa kamu hah? Tahu apa kamu?papa kerja keras buat siapa hah?” wajah papa semakin merah, kemarahannya semakin memuncak. ”Lalu apa yang papa tahu tentang Aryo, pa? Apa yang Aryo dapat? Papa Cuma kerja kan!?” jawabku tak kalah keras. Dan....”plaaakkk!!!”
kuraba pipi kiriku,perih. ”bukankah sepeti ini papa mengajar Aryo!?” ujarku keras. ” Aryo!!!” bentak papa, aku tak peduli, segera aku ke kamar, meninggalkan papa yang masih berdiri di ruang tengah. Kulepas seragam, kuganti pakaian dan kukenakan jaketku, yang kupikirkan hanya satu, ambil motorku lalu melesat di jalan, biar semua terbang terbawa angin.
***
”Brrruuuummmm” kupacu motorku sekencang mungkin, ”woooiiiii!!!!” triak marah pengemudi lain tak aku hiraukan, bagiku, sekarang yang penting adalah lari dan lari, lari dari kepenatan ini. Biar kepenatan ini hilang, terbang bersama angin.
”Brrruuuummmm” kupacu motorku lebih kencang, entah lampu merah yang keberapa telah aku terobos, tiba-tiba....”tiiiiiiinnnnn!!!....ciiiiitttt!!!!....brakkk!!!” sejenak semua serasa terhenti, gelap, samar-samar aku melihat langit, tak ada bintang, samar-sama terdengar suara, suara orang-orang, lalu semakin kabur, akhirnya gelap, sunyi.
***
Samar-samar kulihat sosok orang yang ku kenal, sosok yang tersenyum, wajahnya yang memancarkan kedamaian, keteduhan, mama... mama, aku ingin besamamu ma... mama.... tiba-tiba muncul sosok windu, dia tersenyum, entah kenapa aku menjadi sangat takut...takut sekali, rasa takut menjalari seluruh tubuhku, mengalir dalam darahku, menyusup di tiap sendiku. Bayangan ketika windu di ruang ICU, dengan selang-selang di tubuhnya, dengan nafasnya yang tersengal-sengal. Aku sangat takut, bayangan ketika kulihat prosesi memandikannya, mengantarkannya, dan membaringkannya di liang lahat. Kulihat ibunya menangis, kesedihan yang luar biasa di alaminya. Tiba-tiba kulihat mama menangis, jangan menangis ma....aku takut sekali, sangat takut. Semua perlahan gelap, semakin gelap, aku seperti terjatuh dalam lembah yang sangat gelap dan dalam, ”aaaaaaaaaa....!!!” segalanya benar-benar gelap. Apakah aku masih hidup?? Aku sangat takut...
setitik cahaya terlihat di depanku....sesosok pria tersenyum, mengulurkan tangannya, ”kakak..., kak pram...” kucoba raih tangan itu...ku coba, dan kucoba. Ingatan tentang bBirunya Hati, Birunya Cinta

“Semua yang terjadi adalah kehendak-Nya,Yo. Termasuk kepergian mama kamu, kita kan nggak bisa berbuat apa-apa. Bukankah semua sudah ditakdirkan, kita harus bisa bersabar, semua ada maknanya” kata-kata windu masih terngiang di telingaku. Waktu mama baru meninggal dua tahun lalu karena kanker yang dideritanya. ”segala sesuatu itu dari apa yang kita pikirkan tentangnya, termasuk masalah, apakah kamu anggap sebagai masalah apa nggak”,ujarnya.
Yah....itu dulu, ketika windu masih bersamaku. Sejak mama meninggal, segalanya berubah. Papa menjadi orang yang workaholic, beliau lebih menyibukkan diri dengan pekerjaannya, demi melupakan kesedihan ditinggal mama. Akhirnya ya... Windu jadi teman dan sahabatku, tempat pelarianku, tapi kini.... dia sudah tidak ada.... Win, kenapa kau juga pergi meninggalkanku?
***
HP-ku berdering. ”Halo, ada pa, Ris?” jawabku, Haris, teman sekelas. ”jam 10,kumpul di tempat biasa, ok...” jawab suara di seberang. ”Oh,ya,oke... sapa lawannya?” tanyaku. ”Boy, anak SMA sebelah, gimana?” jawab Haris di seberang. ”oke, siapa takut?”. pembicaraan berakhir.
Kulihat jam di HP-ku, jam 9, ”masih sempat” batinku. Segera kuambil jaketku di almari. Tanpa sengaja mataku tertuju pada sebuah kotak di dalam lemariku. ’kado dari kak Pram tahun lalu, baju koko dan Mushaf Al-Quran, buat apa?’, entah bagaimana kakakku itu bisa begitu nyaman dan begitu damai, walaupun kesedihan ditinggal mama sangat bsar, ”kak, bagaimana caranya?”. tapi sudahlah, toh aku juga nyaman dengan kehidupanku sekarang ini. Aku acuhkan saja benda itu dan menuju garasi.
Ku kenakan jaket dan helm, ku ambil motorku, sebuah motor Tiger 2000, hadiah ultah dari papa sebulan setelah ibu meninggal. Bagiku, motor ini adalah pengganti papa, papa hanya memberiku harta, dia hanya mementingkan pekerjaannya, batinku.
Segera kupacu sepeda motorku ke tempat yang ditentukan, hari ini ada balapan, balapan liar, aku dan Boy, aku yakin pasti bisa menang. Kupacu motorku lebih kencang lagi.”bruummm”. Agar semua terbang brsama angin
***
”Wah, hebat, Yo. lo menang” ujar Haris setelah aku sampai finish, Boy jauh di belakang. ”ya iya lah...siapa dulu, Aryo”jawabku membanggakan diri. ”ok deh........, ntar ya, gue ambil jatahnya dulu” ujar Haris seraya menuju tempat lawan kami. Sejurus kemudian, dia kembali dengan membawa sejumlah uang.” kita pesta...” ujarnya. ” get fun tonight...” seruku.
***
”hwaaaah....ngantuk” semalam begadang. Jam setengah tujuh, siap-siap berangkat sekolah. Di ruang makan, kulihat papa tengah menikmati sarapannya, tumben, biasanya jam 6 sudah berangkat. Ntah kenapa kehadiran sosok yang sebenarnya selalu kurindukan ini jadi terasa sangat asing. Aku ngeloyor begitu saja, membisu.
”Aryo....”papa bersuara, memanggilku. Aku berhenti sejenak, ada canggung luar biasa dalam hatiku. Entah, seperti ada sekat yang luar biasa lebar di antara kami. ”Aryo berangkat,Pa, udah telat...” ujarku singkat, lalu mengambil motor dan pergi. ”Aryo...” terdengar papa memanggil seraya berdiri, tapi aku tak peduli. ’Papa cuma peduli sama pekerjaannya’, batinku. Kutinggalkan papa sendiri.
***
”Yo, nilai lo gimana?” tanya Haris disekolah, hari ini nilai mid semester dibagikan. ”yah....se-nggaknya lebih baik dari kamu yang dapat 30 di hampir semua mapel” jawabku enteng. ”dasar lo yo, paling juga 35” sungut Haris. ”Emang bokap lo nggak bakal marah,Yo?” tanya Haris lagi. Aku tertegun sesaat, ”nggak usah dipikirin ah...”. ”oke,oke, mendingan habis ni kita ke rumahku, pesta kita...daripada suntuk mikir nilai” celetuk Haris. ”oke, ide bagus, aku juga lagi suntuk di rumah”.
Dari sekolah, kami pun ke rumah Haris, pesta, sampai malem.
***
aku tertegun melihat papa duduk di ruang tengah, sambil membaca koran, wajahnya terlihat merah. Biasanya jam segini masih di kantor, dengan segala urusan thethek-bengeknya, yang memang sudah menjadi separuh dari hidupnya, bahkan mungkin seluruhnya.
Papa menatapku tajam, ”dari mana saja kamu !?” tanya papa keras. Aku memandang papa sejenak, lalu membuang muka. ”Papa tanya, dari mana saja kamu, Aryo !?” tanya papa lagi, lebih keras. ”dari rumah temen” jawabku singkat. ”ngapain hah? Kamu kerjanya main saja, bikin ulah saja, papa seriung dilapori oleh guru dan teman kamu, kamu Cuma bisa bikin onar, nilai hancur, mau jadi apa kamu, hah!!??” papa bangkit dari duduknya. Koran ditangannya digenggam erat. Aku terdiam, gejolak dalam dada tak terbendung, dadaku sesak, rahangku membesi.”setidaknya nggak seperti papa” kata-kata itu meluncur begitu saja. Suasana semakin panas, wajah papa merah padam, ”apa kamu bilang !?Yo, belajar apa kamu hah? Tahu apa kamu?papa kerja keras buat siapa hah?” wajah papa semakin merah, kemarahannya semakin memuncak. ”Lalu apa yang papa tahu tentang Aryo, pa? Apa yang Aryo dapat? Papa Cuma kerja kan!?” jawabku tak kalah keras. Dan....”plaaakkk!!!”
kuraba pipi kiriku,perih. ”bukankah sepeti ini papa mengajar Aryo!?” ujarku keras. ” Aryo!!!” bentak papa, aku tak peduli, segera aku ke kamar, meninggalkan papa yang masih berdiri di ruang tengah. Kulepas seragam, kuganti pakaian dan kukenakan jaketku, yang kupikirkan hanya satu, ambil motorku lalu melesat di jalan, biar semua terbang terbawa angin.
***
”Brrruuuummmm” kupacu motorku sekencang mungkin, ”woooiiiii!!!!” triak marah pengemudi lain tak aku hiraukan, bagiku, sekarang yang penting adalah lari dan lari, lari dari kepenatan ini. Biar kepenatan ini hilang, terbang bersama angin.
”Brrruuuummmm” kupacu motorku lebih kencang, entah lampu merah yang keberapa telah aku terobos, tiba-tiba....”tiiiiiiinnnnn!!!....ciiiiitttt!!!!....brakkk!!!” sejenak semua serasa terhenti, gelap, samar-samar aku melihat langit, tak ada bintang, samar-sama terdengar suara, suara orang-orang, lalu semakin kabur, akhirnya gelap, sunyi.
***
Samar-samar kulihat sosok orang yang ku kenal, sosok yang tersenyum, wajahnya yang memancarkan kedamaian, keteduhan, mama... mama, aku ingin besamamu ma... mama.... tiba-tiba muncul sosok windu, dia tersenyum, entah kenapa aku menjadi sangat takut...takut sekali, rasa takut menjalari seluruh tubuhku, mengalir dalam darahku, menyusup di tiap sendiku. Bayangan ketika windu di ruang ICU, dengan selang-selang di tubuhnya, dengan nafasnya yang tersengal-sengal. Aku sangat takut, bayangan ketika kulihat prosesi memandikannya, mengantarkannya, dan membaringkannya di liang lahat. Kulihat ibunya menangis, kesedihan yang luar biasa di alaminya. Tiba-tiba kulihat mama menangis, jangan menangis ma....aku takut sekali, sangat takut. Semua perlahan gelap, semakin gelap, aku seperti terjatuh dalam lembah yang sangat gelap dan dalam, ”aaaaaaaaaa....!!!” segalanya benar-benar gelap. Apakah aku masih hidup?? Aku sangat takut...
setitik cahaya terlihat di depanku....sesosok pria tersenyum, mengulurkan tangannya, ”kakak..., kak pram...” kucoba raih tangan itu...ku coba, dan kucoba. Ingatan tentang baju koko dan Mushaf pemberian kakak muncul, kemudian bayangan kakak tengah shalat, berdo’a....kakak, itukah yang membuatmu begitu damai?... masih kucoba meraih tangan itu, namun semakin jauh,jauh, dan jauh lagi. ”kaaaakaaaak....”, semuanya gelap, benar-benar gelap.
***
Sayup-sayup kudengar suara orang tengah bercakap-cakap, suara yang sepertinya ku kenal. Kucoba membuka mataku, hanya sedikit, aku tengah berada dalam suatu ruangan, rumah sakit mungkin. Samar-samar kulihat kak pram dan papa. ”kejadiannya gimana,Pa?” sayup-sayup kudengar Kak Pram bertanya pada papa. Papa hanya menggeleng sambil menunduk, kulihat gurat sesal dan sedih di wajahnya. Kuperhatikan lagi, sepertinya papa begitu lelah, pakaiannya masih pakaian yang dipakai kemarin, belum ganti. ”Ya sudah, papa istirahat dulu saja, dari kemarin pasti papa disini, biar Pram yang ganti jagain Aryo” ujar Kak Pram sambil membantu papa berdiri. ”nggak usah...papa pengen disini, menjaga adikmu” jawab papa. Batinku bergetar hebat... ”Maafin Aryo,Pa”ujarku dalam hati. ”papa tidak mau kehilangan lagi orang yang papa sayangi, tidak lagi..”ujar papa, bening mengalir di pipinya. ” Maafin papa,Yo, Pram” lanjut papa. Kak Pram menghela nafas,” Pa, yang
sebenarnya paling butuh papa adalah Aryo, Pram mengerti papa juga sedih ditinggal mama, tapi yang membuat kami lebih sedih adalah kami juga seolah-olah sekaligus kehilangan sosok papa” ujar Kak Pram. ” Maafin papa, Pram. Papa janji mulai sekarang akan jadi ayah yang baik, papa janji” ujar papa sambil memegang tanganku dan tangan Kak Pram.
Batinku bergetar semakin hebat, ku ingin ucapkan ’maaf’ pada papa, tapi tak bisa. Air mataku menetes, walaupun mataku tak bisa terbuka sepenuhnya. Getaran yang luar biasa menyentakkan jariku. Membuat papa menyadari bahwa aku tengah tersadar. ”Pram, panggil perawat....dan dokter” perintah papa. Lalu kurasakan semua kembali gelap, namun kali ini damai...damai sekali, ”Ya Allah...ijinkan aku hidup...”doaku.
***
Isya’, malam ini kurasakan begitu berbeda dari sebelumnya. Kulihat di depanku ada Papa yang baru saja mengimami shalat, dan di sampingku ada kak Pram yang kebetulan sedang libur di rumah, minggu tenang. Sangat tentram hati ini, inikah yang membuat kak Pram begitu damai, kedekatan pada Sang Pencipta, Allah SWT, Sang Pemilik segala. ”terima kasih Ya Allah, Engkau masih memberi kesempatan pada hamba untuk hidup, dan mengenal-Mu lebih dekat Ya Allah, dan telah engkau kumpulkan kami dalam birunya cinta-Mu Ya Rabb, dan limpahkan rahmat-Mu pada mama Ya Allah, semoga beliau tentram di samping-Mu, amiin”aju koko dan Mushaf pemberian kakak muncul, kemudian bayangan kakak tengah shalat, berdo’a....kakak, itukah yang membuatmu begitu damai?... masih kucoba meraih tangan itu, namun semakin jauh,jauh, dan jauh lagi. ”kaaaakaaaak....”, semuanya gelap, benar-benar gelap.
***
Sayup-sayup kudengar suara orang tengah bercakap-cakap, suara yang sepertinya ku kenal. Kucoba membuka mataku, hanya sedikit, aku tengah berada dalam suatu ruangan, rumah sakit mungkin. Samar-samar kulihat kak pram dan papa. ”kejadiannya gimana,Pa?” sayup-sayup kudengar Kak Pram bertanya pada papa. Papa hanya menggeleng sambil menunduk, kulihat gurat sesal dan sedih di wajahnya. Kuperhatikan lagi, sepertinya papa begitu lelah, pakaiannya masih pakaian yang dipakai kemarin, belum ganti. ”Ya sudah, papa istirahat dulu saja, dari kemarin pasti papa disini, biar Pram yang ganti jagain Aryo” ujar Kak Pram sambil membantu papa berdiri. ”nggak usah...papa pengen disini, menjaga adikmu” jawab papa. Batinku bergetar hebat... ”Maafin Aryo,Pa”ujarku dalam hati. ”papa tidak mau kehilangan lagi orang yang papa sayangi, tidak lagi..”ujar papa, bening mengalir di pipinya. ” Maafin papa,Yo, Pram” lanjut papa. Kak Pram menghela nafas,” Pa, yang
sebenarnya paling butuh papa adalah Aryo, Pram mengerti papa juga sedih ditinggal mama, tapi yang membuat kami lebih sedih adalah kami juga seolah-olah sekaligus kehilangan sosok papa” ujar Kak Pram. ” Maafin papa, Pram. Papa janji mulai sekarang akan jadi ayah yang baik, papa janji” ujar papa sambil memegang tanganku dan tangan Kak Pram.
Batinku bergetar semakin hebat, ku ingin ucapkan ’maaf’ pada papa, tapi tak bisa. Air mataku menetes, walaupun mataku tak bisa terbuka sepenuhnya. Getaran yang luar biasa menyentakkan jariku. Membuat papa menyadari bahwa aku tengah tersadar. ”Pram, panggil perawat....dan dokter” perintah papa. Lalu kurasakan semua kembali gelap, namun kali ini damai...damai sekali, ”Ya Allah...ijinkan aku hidup...”doaku.
***
Isya’, malam ini kurasakan begitu berbeda dari sebelumnya. Kulihat di depanku ada Papa yang baru saja mengimami shalat, dan di sampingku ada kak Pram yang kebetulan sedang libur di rumah, minggu tenang. Sangat tentram hati ini, inikah yang membuat kak Pram begitu damai, kedekatan pada Sang Pencipta, Allah SWT, Sang Pemilik segala. ”terima kasih Ya Allah, Engkau masih memberi kesempatan pada hamba untuk hidup, dan mengenal-Mu lebih dekat Ya Allah, dan telah engkau kumpulkan kami dalam birunya cinta-Mu Ya Rabb, dan limpahkan rahmat-Mu pada mama Ya Allah, semoga beliau tentram di samping-Mu, amiin”

COMMENTS :




Don't Spam Here

0 komentar to “ birunya hati, birunya cinta ”

Post a Comment

Bagi sobat-sobat silahkan comment disini, Insya Allah saya comment balik di blog anda dan Saya follow juga. Blog 7ASK adalah Blog Do Follow, Terimakasih atas kunjungan Anda..!

 

Copyright © 2008-2011 All Rights Reserved. Mobile View Powered by 7ASK / WAWAN ADIE and Distributed by Template

Facebook Twitter Mykaskus