Menepam bahu, perempuan itu mulai menyapa pangeran yang tersimpul di malam yang penuh gemintang, diatasnya cahaya yang merona dalam bingkai angin yang mendesir. Jauh di depan mereka terhampar kota-kota tua Zycortic, berserakan, berpariwara dengan alam yang telah lama di pijak.

Dingin, ungkap perempuan itu sambil mendekap kedua tangannya.

Pangeran hanya terdiam sambil menatap sebuah gugusan di tenggara yang meredup, seperti mewakili hatinya tentang perempuan ini, mungkin ia hanya ingin memanda dari kisah lama yang pernah terusik. Pangeran mencoba untuk menghiraukan apa yang terucap dari bibir mungil perempuan itu.

Bibir itu pernah menguliti, menikam, meremukkan dan merobek relung-relung hatinya yang parau belum lama ini, hanya diselang dengan ruang waktu yang masih ada dalam hitungan jarinya. Sangat menusuk dan tedas, selaksa sekari yang menghujam daksa.

Perempuan itu kemudian menatap pelupuk mata sang pangeran yang berkaca-kaca. Ingin sekali diraihnya tangan yang kekar itu untuk selanjutnya di ucapkan kalimat-kalimat wisaya, lalu di kecupnya dan menyandarkan kepalanya dalam bidang dada pangeran. Tetapi ia ragu, ada kebisuan mendalam dari paras sang pengeran.

Beberapa punai nampak berkelebat dari cemara yang menuai di awal Januari ini, diiringi gagak betina yang menanti sang jantan dari pengembaraan. Bilik langit yang benderang mulai bergeser menutup jendela sinarnya untuk berganti ke lorong gelap yang sudah menanti dan menilapnya.

Tiba-tiba beberapa kalimat pangeran meluluh lantahkan perempuan itu "Hai perempuan Andromeda, aku tak akan jatuh ke dalam serling cintamu untuk kesekian kalinya"

Pangeran itu bergegas meninggalkannya sendirian, malam pun tiba-tiba hening....