Tuesday, April 14, 2009

Not Yet


Tet… Tet… Tet.. Tet…

“Hore..!!!”

Suasana gaduh terdengar dari setiap ruang kelas di SD Kejora, disaat bel klasik itu menggema berbunyi empat kali, pertanda kegiatan belajar mengajar hari itu telah berakhir.

Satu per satu bocah berseragam putih – merah menghambur keluar dari dalam kelas. Berlarian hilir mudik di tengah lapangan. Sebagian masuk ke dalam mobil jemputan yang telah menunggu mereka di seberang jalan. Ada pula beberapa bocah yang masih bertahan duduk di sepanjang koridor sekolah. Salah satunya adalah Mutiara.


Gadis cilik berkepang dua duduk menyendiri di depan kelas sambil memperhatikan suasana sekolah yang mulai sepi. Sesaat ia melirik kea rah jam digital berbentuk beruang berwarna kuning. Disana tertera angka 1.10, tetapi mengapa jemputannya tak kunjung datang.

“Heh jelek!!! Ngapain duduk disini? Cepet pulang sana! Aku mau duduk disitu!” usir seorang anak laki-laki - berseragam sama dengan Mutia – sambil melotot berkacak pinggang.

Mutia menoleh kemudian mencibir,”Kalau mau duduk, ya duduk aja! Tuh disitu masih kosong!” Mutia berkata berani, membuat anak leki-laki itu terpancing emosinya.

“SUUUIIIITTT!!!” sebuah siulan keras terdengar dari mulut bocah laki-laki itu. Tak berapa lama kemudian segerombolan anak datang dengan topi yang sengaja dipakai terbalik, lengan baju yang dilipat hingga bahu, kemeja putih yang sama sekali tidak rapi. Pendek kata mereka adalah preman-preman cilik di SD Kejora.

“Ada apaan Dhit?” Tanya salah seorang diantara mereka.

“Tuh! Anak cewek itu berani ngambil tempat kita,” jawab Adhit.

“Trus?”

“Kerjain sampe nangis!!!”

“Beres!” sahut mereka kompak, “Heh! Sini kamu!”

Mutia hanya menoleh, dia tetap bergeming. Ia tidak takut, tapi saat melihat sorot mata licik mereka, mau tidak mau nyali Mutia ciut juga.

“Nggak mau!” jawab Mutia tegas. Kelima preman cilik itu kemudian saling pandang. Seolah berbicara lewat mata, mereka mencapai kesepakatan dan saling mengangguk. Tanpa mengulur-ulur waktu lagi, kelima berandal cilik itu mencengkram lengan Mutia. Kesal diperlakukan kasar, Mutia menyingkirkan cengkraman tangan mereka dengan satu kali hentakan keras. Setelah berhasil terlepas Mutia lalu berlari sekencang yang ia bisa kemanapun kaki membawanya untuk lolos dari kejaran para iblis kecil. Tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat seorang cowok - dengan seragam putih-biru- tengah menghadang jalannya.

“STOP!!! Kenepa lari-lari gitu?” tanyanya pada Mutia yang masih terengah-engah sambil menyeka peluh yang mengalir, sesekali ia menengok ke belakang. Ia melihat Adhit, DKK. masih saja mengejarnya. Refleks Mutia kembali berlari.

“Hey… Hey… Ada apa ini?” Tanya cowok berseragam putih-biru itu pada Mutia.

“Aku…Aku…di…ke..jar…kejar…sama…me…reka…hah…hah…hah…,”jawab Mutia terputus-putus sambil terus berusaha mengatur nafasnya.

“Oh… Biar aku yang urus, sana kamu ngumpet,”

Bagai terhipnotis Mutia menuruti perkataannya. Ia lalu bersembunyi di balik pohon beringin besar sambil mengintip.

Mereka hanya saling membentak, tak lama kemudian, kelompok jin iprit itu bubar. Dan Adhit terlihat menendang kerikil-kerikil kecil di jalan – kesal.

Mutia celingak-celinguk mengamati sekeliling. Setelah dirasa cukup aman, Mutia keluar dari persembunyiannya. Menghampiri anak SMP yang baru saja menolongnya dari kejaran Adhit, dengan para antek-anteknya itu.

“Kakaaakk… Makasih ya, udah nolongin Mutia. Untung ada Kakak, kalo nggak Mutia pasti udah dikerjain sama mereka deh,” ucap Mutia kenes. Kepangan rambutnya kini berantakan.

“Rumah kamu dimana?”

“Tuh di perumahan depan,”

“Yaudah aku anterin aja, biar nggak di gangguin mereka lagi! Oiya, namaku Ibadi… Panggil aku Adi aja,”

“Oke deh Kak Adi… Aku Mutia,”

“hmm….!”

Keduanya terdiam. Sementara matahari mulai terasa semakin panas.

“Masih jauh?”

“Nggak, itu rumah Mutia udah keliatan,” jawab Mutia sambil menunjuk sebuah rumah dengan warna hijau identik. Kesan asri terpancar dari rumah yang dipenuhi oleh tumbuh-tumbuhan itu.

***

Sejak saat itu, tanpa perjanjian tertulis. Adi resmi menjadi orang kepercayaan Melisa – Mama Mutia – untuk mengantar jemput dan menjaga Mutia selama ia di sekolah. Kebetulan Adi bersekolah di SMP Kejora, yang masih satu yayasan dengan SD Kejora tempat Mutia bersekolah. Bangunan kedua sekolah itu juga saling berdekatan.

Sejak ada Adi di samping Mutia, berandal-berandal sekolah seperti Adhit cs. tidak akan ada yang berani mengganggu Mutia. Sebab Adi sendiri adalah seorang yang cukup disegani di sekolahnya karena jago berantem – kalau tidak mau disebut sebagai berandalan.

COMMENTS :




Don't Spam Here

0 komentar to “ Not Yet ”

Post a Comment

Bagi sobat-sobat silahkan comment disini, Insya Allah saya comment balik di blog anda dan Saya follow juga. Blog 7ASK adalah Blog Do Follow, Terimakasih atas kunjungan Anda..!

 

Copyright © 2008-2011 All Rights Reserved. Mobile View Powered by 7ASK / WAWAN ADIE and Distributed by Template

Facebook Twitter Mykaskus