Thursday, April 16, 2009

Cinta Dilanda Hujan..



Rain2


Pagi ini aku terbangun oleh sinar mentari yang dengan silaunya menyapa mataku dari balik gorden kamarku yang semalam lupa aku tutup. Aku terlalu sibuk termenung sambil terus menatap rumah Rain, sampai akhirnya aku ketiduran. Ahhhh… kuregangkan otot punggung dan leherku yang kaku, duh! Badanku malah jadi sakit semua.

Vey! Bangun ini udah hampir jam sepuluh lho!” lagi-lagi Vika mengedor-gedor pintu kamarku. Lalu segera kulihat jam dan spontan aku melompat untuk bergegas ke kamar mandi.

***

“Kamu ini gimana sih, Vey! Niat nggak sih ketemu sama Rain?” kata Vika dengan nada sedikit marah saat melihatku keluar kamar, masih dengan rambut yang basah berbalut handuk.

“Lepasin handuknya, emangnya kamu mau nemuin Rain dengan gaya ala Aladin kayak gitu! Heh!” Vika menarik handuk dari rambutku lalu segera memasukkan aku ke kamarnya.

“Mau apa lagi sih, Vik?” tanyaku.

“Kenapa sih kok kamu getol banget biar aku jadian sama Rain? Aku sampai kalah getol sama kamu…!” tanyaku heran.

“Mau tahu alasannya?” kuanggukkan kepalaku.

“Ya karena Rain itu cocok buat kamu, lagian aku juga nggak mau kamu selalu sendiri kalo malam minggu aku tinggal pergi sama Evan, aku nggak tega, tau!” ungkapnya membuatku tersenyum. Aku tak pernah menyangka kalau Vika sebegitu peduli denganku. Padahal kami bersahabat belum terlalu lama, baru sekitar tiga tahun, tepatnya dari pertama kali masuk kuliah. Tapi kami baru saja dua bulan tinggal bersama dalam satu kontrakan, sebelumnya kami berdua ngekost di tempat yang berbeda.

Tak lama kemudian terdengar pintu rumah diketuk tiga kali. Itu Rain! Spontan jantungku langsung berlomba, sampai tanganku terasa dingin dan basah. Ahhh, baru kali ini aku merasakan cinta yang begitu dahsyat! Tubuhku sampai gemetaran, kepalaku.. mataku… semua terasa berdenyut, seperti akan pingsan. Vika menepuk bahuku,

“Sudah, santai saja, jangan keliatan nervous gitu, norak tau!” bisiknya. Lalu akupun menarik nafasku dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan diri.

***

Lagi-lagi kulihat senyum maut itu tersembul dari balik pintu. Andai saja aku pantas pingsan, pasti sudah aku lakukan, agar aku bisa terjatuh di pelukan Rain… oh my God… membayangkannya malah membuatku semakin berkunang-kunang… dan BRUUUKKK!!! Gelap!

***

Kubuka mataku perlahan, kulihat Rain tepat di depan depanku tengah menatapku cemas.

“Kamu lagi sakit ya?” tanyanya. Lalu kugelengkan kepalaku.

“Trus kenapa kamu pingsan?” Hah! Aku pingsan beneran?? Jadi? Tadi Rain yang menggendongku dan meletakkanku di kasur? Dan saat ini Rain tengah menemaniku di kamar… sendirian? Jadi aku hanya berdua dengan Rain? Ahhhh… gelap lagi!

***

“Kamu ini kenapa sih. Vey! Pingsan nggak perlu sampai dua kali kan?!? Jadi batal lagi kan kamu ketemuan sama Rain!” serbu Vika saat aku terbangun dari pingsanku yang kedua.

“Abis, aku nggak kuat nahan detak jantungku yang keras banget, Vik… rasanya aku nggak bakalan bisa deh ketemu sama dia, aku takut kalo lama-lama aku mati,” Vika malah tertawa mendengar ucapanku.

“Vey, Vey… mana mungkin orang bisa mati akibat deg-degan karena cinta? Kamu ini udah gede tapi masih aja kayak anak kecil..,” kata Vika lalu menyambung lagi tawanya.

“Trus aku musti gimana dong?” tanyaku mengiba.

“Tenangin dirimu dulu deh, tegasin kalo ketemuan kamu sama Rain adalah untuk ngomongin bisnis, dan satu lagi, jangan ngebayangin yang bukan-bukan, karena itu akan bikin kamu makin deg-degan!” jelas Vika. Akupun menganggukkan kepalaku. Yah, andai saja aku bisa melakukannya semudah kamu mengucapkannya Vik…

***

Sore ini seperti biasa aku menyiram taman mungilku yang terhampar di halaman, tapi bukan hanya itu, sekarang aku punya kebiasaan baru… memandang rumah besar yang berdiri kokoh di seberang, sambil berharap malaikat pemiliknya keluar menghantar senyuman. Tak kusagka pintu rumah itu terbuka, duh! Baru begitu saja, jantungku langsung menunjukkan reaksinya, gimana ini! Payah! Aku langsung gugup sendiri, sampai selang yang kubawa terjatuh dan saat mengambilnya… Srrrooottt!!! Menyemprot wajahku. Ahhhh beginikah efek Rain untukku! Namun ternyata yang keluar adalah seorang wanita tengah baya, yang berwajah cukup cantik keindo-indoan. Mungkin itu mamanya. Lalu kulihat Rain muncul di balik pintu. Sekilas kudengar pembicaraan mereka.

“Ya sudah, mama pulang dulu ya, ati-ati kamu di sini,” kata wanita itu sambil mencium pipi Rain, Rain membalasnya, lalu melambaikan tangan.

“Mama juga hati-hati di jalan ya,” katanya. Oooh… so sweeet, terkesan sekali selain ganteng ternyata Rain sangat menyayangi mamanya. Semakin membuatku terpesona oleh sosok malaikat yang terpancar dari auranya.

Setelah sang mama menghilang dengan mobil mahalnya, Rain menatapku dari ambang pintu, lalu kembali melemparkan senyumnya. Alamaaaakkk!!! Untung saja aku ingat kata Vika… "TENANGKAN DIRIMU!" Ufff… berulangkali aku mengeluarkan udara dari mulutku, seperti orang mau melahirkan yang sering kulihat di TV saja… aaah biar!

Lalu setelah Rain masuk, akupun kembali menyiram taman dengan santai, bahkan aku kini bersenandung. Bersenandung sebuah lagu bahagia, yah… aku memang bahagia, bertetanggakan cowok seperti Rain…

“Eh… hem!” kudengar seseorang berdehem di dekatku, akupun menoleh… ternyata… RAIN!!! Rain sudah berdiri di belakangku tanpa aku sadari, dan parahnya lagi selang yang kubawa masih menyala dan mengucur di atas kaki Rain dengan santainya. Rain tertawa.

“Jadi menurutmu kakiku kotor ya? Sampai kamu harus mencucinya?” ucapnya menyadarkanku. Lalu segera saja selang itu aku tekan untuk menghentikan aliran airnya, dan sambil menarik nafas dalam aku beranjak mematikan kran. Hhh.. tenang, Vey, tenang… hiburku sendiri, seraya kembali berdiri dan menghampiri Rain.

“Ada apa?” tanyaku.

“Ini aku bawain sesuatu buat kamu,” Rain menyerahkan sebuah bingkisan kecil padaku.

“Apa ini?” tanyaku lalu membukanya. Aku mengerutkan alisku saat melihat benda yang Rain berikan.

“Itu alat bantu pernafasan, kamu kena asma kan?” katanya. Asma?!? Sejak kapan aku kena asma!

“Kemarin kamu pingsan kehabisan nafas, jadi aku beliin kamu ini,” katanya lagi. Entah aku harus bilang apa, karena aku tahu aku tak mungkin mengatakan yag sebenarnya, kalau kemarin aku pingsan bukan karena kehabisan nafas, tapi karena dia…

“Makasih,” kataku singkat.

“Jadi kapan kita bisa ngobrol soal taman? Sekarang bisa?” katanya. Lalu aku menganggukkan kepalaku.

“Masuk dulu, Rain… aku persiapin dulu gambar contohnya,” kataku agak lancar… hhh aku bersyukur!

***

Rain melihat beberapa contoh gambar yang sudah aku persiapkan sebelumnya, lalu kembali meletakkannya di meja.

“Semua bagus, kamu aja yang pilihin buat aku,” katanya.

“Tapi selera orang kan beda-beda…,” jawabku.

“Aku percaya kamu pasti pilihkan yang terbaik buat aku, Vey…,” katanya sambil menatapku dalam. Lha! Ini baru bahaya! Aku bisa pingsan lagi kalau begini terus! Aku mencoba menghindari tatapan itu dengan kembali berkonsentrasi mengamati setiap gambar yang ada di depanku sambil terus menenangkan diri. Setelah jantungku agak mereda, aku mengambil salah satu gambar favoritku lalu kuberikan pada Rain.

“Ini yang paling aku suka, karena selain hong sui-nya bagus, ini juga…,” Rain meletakkan jari telunjuknya tepat di depan bibirku.

“Ya, aku tahu… ini memang yang lebih indah dari yang lain, tapi menurutku masih ada yang lebih indah dari ini,” hhh… bener kan, selera kita nggak sama… pikirku.

“Kamu, Vey… kamu adalah yang terindah yang pernah aku kenal…,” Gubraakkkk!!! Tapi tidak, aku tidak mau pingsan kali ini… kucoba mengalihkan pembicaraan,

“Kamu mau minum apa, Rain… air putih atau teh? Aku ambilin dulu…,” kataku seraya beranjak, tapi tangan Rain menahanku.

“Aku nggak haus, Vey… aku cuma pengin kamu temenin aku aja, jadi kamu jangan kemana-mana, di sini aja ok?” katanya. Akupun kembali duduk.

“Kenapa? Kamu takut aku ngerayu kamu? Saat ini aku nggak lagi ngerayu kamu, Vey, aku cuma pengin ngungkapin sebuah kejujuran, kejujuran kalo kamu adalah cewek yang spesial buat aku… kamu tahu kenapa? Karena kesederhanaan dan keluguanmu yang terpancar dari wajah dan tingkah lakumu… yang belum pernah aku temuin pada cewek manapun selama ini,” kata Rain lalu menggenggam tanganku. Sementara aku hanya mampu untuk diam, sambil meredakan degub jantung yang terus menyiksa. Rain mengangkat daguku lalu menatap mataku dengan lembut.

“Aku… jatuh cinta sama kamu pada pandangan pertama, Vey,” Ahhhhh! Akupun hanyut dalam ciuman mesra Rain yang menghantarkanku terbang ke langit tingkat tujuh. Ciuman pertama yang tak akan pernah kulupakan, bau nafas hangat dan segar pertama yang tak akan pernah kubiarkan menghilang.

“Aku juga mencintaimu, Rain…,” desahku.

Bersambung lagi deh…

***


COMMENTS :




Don't Spam Here

0 komentar to “ Cinta Dilanda Hujan.. ”

Post a Comment

Bagi sobat-sobat silahkan comment disini, Insya Allah saya comment balik di blog anda dan Saya follow juga. Blog 7ASK adalah Blog Do Follow, Terimakasih atas kunjungan Anda..!

 

Copyright © 2008-2011 All Rights Reserved. Mobile View Powered by 7ASK / WAWAN ADIE and Distributed by Template

Facebook Twitter Mykaskus