Pertambangan
adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan
(penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian
(mineral, batubara, panasbumi, migas). Paradigma baru Kegiatan Industri
Pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan Yang Berwawasan
Lingkungan dan Berkelanjutan, yang meliputi :
Penyelidikan Umum (prospecting)
Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci
Studi kelayakan : teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi amdal)
Persiapan produksi (development, construction)
Penambangan (Pembongkaran, Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan)
Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan
Pengolahan (mineral dressing)
Pemurnian / metalurgi ekstraksi
Pemasaran
Corporate Social Responsibility (CSR)
Pengakhiran Tambang (Mine Closure)
Ilmu
Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktek
hal-hal yang berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip
praktek pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)
Batubara
adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen.
Batubara juga
adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Umur Batubara
Pembentukan
batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada
era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340
juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batubara yang
paling produktif dimana hampir seluruh deposit batubara (black coal)
yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada
Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan
batubara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti
Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl)
di pelbagai belahan bumi lain.
Materi Pembentuk Batubara
Hampir
seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai
berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
Pteridofita,
umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan
biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae,
kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris
dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di
Australia, India dan Afrika.
Angiospermae,
dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Jenis Batubara
Berdasarkan
tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan
waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus,
sub-bituminus, lignit dan gambut.
Antrasit
adalah
kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air
kurang dari 8%.
Bituminus
mengandung
68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas
batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
Sub-bituminus
mengandung
sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas
yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
Gambut
berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
Pembentukan Batubara
Proses
perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut
dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2
tahap proses yang terjadi, yakni:
Tahap
Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman
terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam
proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan
biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan
kompaksi material organik serta membentuk gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
Batubara di Indonesia
Di
Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan
Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau
Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis
tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau
sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen
atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut
Skala waktu geologi.
Batubara
ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa
yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah
gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah
sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada
kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk
ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan
sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai
pada batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih
tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batubara ini
terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip
dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur
Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
Endapan Batubara Eosen
Endapan
ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar
Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera
dan Kalimantan.
Ekstensi
berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah
barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera.
Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa
pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran
Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada
pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak
penunjaman Lempeng Indo-Australia.[2] Lingkungan pengendapan mula-mula
pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan
endapan danau yang dangkal.
Di
Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batubara terjadi sekitar Eosen
Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas
hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang
terjadi pada fasa awal kemudian ditutupi oleh endapan danau
(non-marin).[2] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian
tenggara dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batubara
yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya
secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.[3]
Endapan
batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut:
Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan
Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau
(Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera
Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).
Dibawah
ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batubara Eosen di
Indonesia.Tambang Cekungan Perusahaan Kadar air total (%ar) Kadar air
inheren (%ad) Kadar abu (%ad) Zat terbang (%ad) Belerang (%ad) Nilai
energi (kkal/kg)(ad)
Satui Asam-asam PT Arutmin Indonesia 10.00 7.00 8.00 41.50 0.80 6800
Senakin Pasir PT Arutmin Indonesia 9.00 4.00 15.00 39.50 0.70 6400
Petangis Pasir PT BHP Kendilo Coal 11.00 4.40 12.00 40.50 0.80 6700
Ombilin Ombilin PT Bukit Asam 12.00 6.50 <8.00>
Parambahan Ombilin PT Allied Indo Coal 4.00 - 10.00 (ar) 37.30 (ar) 0.50 (ar) 6900 (ar)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
Endapan Batubara Miosen
Pada
Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan
Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi
transgresi marin pada kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen
marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping.
Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik
Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batubara Miosen yang
ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan
Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera
bagian selatan. Batubara Miosen juga secara ekonomis ditambang di
Cekungan Bengkulu.
Batubara
ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran
pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera
bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang
rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batubara Miosen ini tergolong
sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat
tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batubara
Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada
Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batubara di sekitar hilir
Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat
Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.
Tabel
dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan
batubara Miosen di Indonesia.Tambang Cekungan Perusahaan Kadar air
total (%ar) Kadar air inheren (%ad) Kadar abu (%ad) Zat terbang (%ad)
Belerang (%ad) Nilai energi (kkal/kg)(ad)
Prima Kutai PT Kaltim Prima Coal 9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)
Pinang Kutai PT Kaltim Prima Coal 13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)
Roto South Pasir PT Kideco Jaya Agung 24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)
Binungan Tarakan PT Berau Coal 18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)
Lati Tarakan PT Berau Coal 24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)
Air Laya Sumatera bagian selatan PT Bukit Asam 24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)
Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
Sumberdaya Batubara
Potensi
sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau
Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat
dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat
ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua,
dan Sulawesi.
Di Indonesia,
batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang
telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara
jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai
berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batubara hanya Rp
0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari
segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton.
Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik
hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin
membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui
PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan
CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah
tinggi.
Batubara sebaiknya
tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi
menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai
ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah
likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batubara.
Membakar
batubara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan
teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi
pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed
grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain,
masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
Gasifikasi Batubara
Coal
gasification adalah sebuah proses untuk merubah batubara padat menjadi
gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses
pemurnian gas-gas ini CO (karbon monoksida), karbon dioksida (CO2),
hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai
bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas
kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata
mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi,
batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah
sulfur dan nitrogen, bila batubara ini terbakar kotoran-kotoran ini
akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat
menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh
ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai
"hujan asam" “acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk
kotoran yang umum tercampur dengan batubara, partikel kecil ini tidak
terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa
partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama
dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel
kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.
Bagaimana membuat batubara bersih
Ada
beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang
ada sedikit di batubara, pada beberapa batubara yang ditemukan di Ohio,
Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri
dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang
ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat
lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat
batubara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum
mencapai cerobong asap.
Satu
cara untuk membersihkan batubara adalah dengan cara mudah memecah
batubara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur
yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut sebagai "pyritic
sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron
pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold” dapat dipisahkan dari
batubara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batubara
dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batubara mengambang
ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini
dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batubara dari
pengotor-pengotornya.
Tidak
semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada
batubara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul
karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic sulfur," dan pencucian tak
akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur
batubara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul
batubara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal,
ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia
ini.
Kebanyakan pembangkit
tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 —
telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk
membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batubara sebelum gas ini naik
menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah "flue gas
desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" —
karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang
dikeluarkan oleh tungku pembakar batubara.
Membuang NOx dari batubara
Nitrogen
secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada
kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom
nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia,
tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000
F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen,
bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai
NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak didalam
batubara.
Di udara, NOx
adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang
kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang
membentuk “acid rain” (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya
sesuatu yang disebut “ground level ozone”, tipe lain dari pada polusi
yang dapat membuat kotornya udara.
Salah
satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan
asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar barubara di
pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang
pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen
terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran
pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana
terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar
habis terbakar. Konsep ini disebut "staged combustion" karena batubara
dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai "low-NOx burners"
dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang
terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang
bekerja seperti "scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap)
dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia
khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang
tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners,"
namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.
(Sumber Pusdiklat Migas Cepu)
COMMENTS :
Don't Spam Here
0 komentar to “ Ilmu Pertambangan Batubara ”
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l:
Post a Comment
Bagi sobat-sobat silahkan comment disini, Insya Allah saya comment balik di blog anda dan Saya follow juga. Blog 7ASK adalah Blog Do Follow, Terimakasih atas kunjungan Anda..!