Sunday, March 21, 2010

ERA BIODIESEL KEMBALI TIBA

Peneliti di Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI)


    Banyak kalangan menilai bahwa industri sawit kini sudah kembali memasuki masa suram.  Hal ini dipicu oleh harga CPO yang terjun bebas, dari harga puncak sekitar US$ 1200 per ton pada Maret 2008, kini menjadi sekitar US$ 480. Bahkan harga CPO pada tahun 2009 diramalkan menurun bahkan menjadi sekitar US$ 300/ton. Situasi ini tidak hanya menyedihkan tetapi telah membuat pelaku industri CPO menjadi panik. Dampak negatif secara ekonomi dan sosial dari situasi ini sudah mulai terpampang di depan mata.

    Di beberapa wilayah, rasa panik dan mungkin wujud kekesalan atau protes petani direfleksikan dengan tidak melakukan panen sehingga buah sawit mereka dibiarkan membusuk.  Pemerintah pusat sudah mencoba meringankan beban mereka dengan menurunkan pungutan ekspor (PE)  menjadi nol persen. Bahkan ada pemerintah daerah yang berencana meringankan beban petani sawit dengan memberikan beras bersubsidi.  Perusahaan besar yang sempat menikmati rejeki nomplok ketika harga tingi, menyiasati situasi ini dengan mulai melakukan peremajaan yang ditargetkan sekitar 1 juta ha.

    Di balik situasi panik tersebut, ada harapan baru yang kembali merekah.  Situasi ini sebenarnya memberi harapan kembali pada industri strategis di masa depan yaitu industri biodiesel berbasis CPO.  Ketika harga CPO melambung tinggi, industri biodiesel tenggelam nyaris tak terdengar.  Seperti yang kami tulis pada Harian Bisnis Indoensia pada tanggal 31 Maret 2008 dengan judul Ada Apa dengan Biofuel, penulis berkeyakinan bahwa industri biodiesel harus terus dipersiapkan dan didukung oleh pemerintah. Pada saat itu, harga CPO sebagai bahan bakunya sedang mencapai rekor tertinggi yang tidak bisa dijelaskan dengan teori ekonomi di bangku kuliah. Hal ini telah membuat industri biodiesel mati suri.

    Namun penulis berkeyakinan bahwa harga tinggi diluar batas kewajaran adalah bersifat sementara. Ketika pasar kembali normal, penurunan harga CPO pasti akan terjadi untuk kembali pada harga keseimbangan barunya. Jadi, penurunan harga hanyalah masalah waktu. Yang diluar perkiraan penulis adalah waktu yang dibutuhkan untuk penurunan harga tersebut demikian pendek dan mendadak.

    Untuk pengembangan biodesel, kembali kita harus mengakui bahwa negara tetangga kita, Malaysia, memang jauh lebih antisipatif dengan kebijakan yang konsisten dan jangka panjang.  Buah manis kebijakan tersebut kini mulai mereka rasakan. Dengan penurunan harga CPO, eskpor biodiesel Malaysia pada tahun 2008 diperkirakan meningkat 100%, dari sekitar 95 ribu ton pada tahun 2007 menjadi sekitar 200 ribu ton pada tahun 2008.  Sudah ada 91 perusahaan yang mempunyai ijin untuk bergerak di industri biodiesel dan 15 perusahaan sudah secara reguler berproduksi. Hal ini tidak terlepas dari pelaksanaan kebijakan pemerintah Malaysia yang konsisten dan berwawasan jauh ke depan.

    Bandingkan dengan Indonesia,  baru ada 6 perusahaan yang sedang dalam proses produksi dengan kapasitas sekitar 1.9 juta ton per tahun. Sepanjang tahun 2008, produksi biodiesel perusahaan tersebut diperkirakan macet total sebagai akibat harga CPO yang melambung tinggi. Fenomena ini kembali menunjukkan bahwa kita memang gampang panik dan berfikir jangka pendek.

    Kini harga CPO sudah melorot tajam dan sedang menuju pada keseimbangannya yang baru. Saat ini adalah momentum yang sangat tepat untuk menggelorakan kembali pengembangan biodiesel berbasis CPO. Momentum ini tidak boleh lewat lagi.  Bagi investor, inilah kesempatan untuk segera atau mempercepat realisasi investasi untuk pengembangan biodiesel. Hasil berbagai studi menyebutkan bahwa industri biodiesel adalah industri masa depan.  Oleh sebab itu, tidak ada alasan investor untuk menunda lagi pengembangan biodiesel.

    Jika kembali terlambat, negara pesaing dikhawatirkan akan jauh meninggalkan kita dan menciptakan berbagai entry barrier yang menyulitkan industri biodiesel Indonesia untuk berkembang di masa mendatang.  Salah satu entry barrier yang mungkin diciptakan adalah market barrier.  Dengan mengembangkan perusahaan multinasional dan pangsa pasar yang dominan, mereka dapat mematikan perusahaan-perusahan yang baru untuk berkembang. Hal ini kita alamai seperti yang terjadi pada sebagian besar produk hilir perkebunan yang berbasis karet (ban), berbasis kakao (coklat), dan berbasis kopi.

    Bagi pemerintah, inilah waktunya untuk menunjukkan (kembali) dukungan yang konsisten dalam pengembangan biofuel, khususnya biodiesel berbasis CPO.  Dari sisi produksi, pemerintah dapat memberi dukungan dengan menerapkan kebijakan subsidi, insentif, fasilitasi, dan promosi biofuel. Dari sisi permintaan, pemerintah dapat mulai mewajibkan penggunaan biodiesel dengan tahapan (time frame) yang jelas dan mengikat.  Dengan posisi sebagai produsen terbesar CPO di dunia, pemerintah harus menempatkan industri biodiesel Indonesia sebagai industri biodiesel berbasis CPO terbesar di dunia. Hal ini memerlukan dukungan dan partisipasi pemerintah dalam bentuk alokasi sumberdaya yang memadai.

    Dengan arah kebijakan seperti itu, maka pengembangan biodiesel akan mempunyai dampak ekonomi, sosial, dan politik yang signifikan.  Pertama, pengembangan biodiesel adalah merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan energi nasional.  Pada masa mendatang, Indonesia harus memiliki ketahanan energi, kalau bangsa ini tidak mau terombang-ambing secara sosial, ekonomi, dan politik. 

    Kedua, pengembangan biodiesel juga merupakan intsrumen kebijakan yang strategis dalam upaya stabilitas harga CPO.  Sudah menjadi hukum ekonomi yang teruji bahwa semakin terdiversifikasi produk hilirnya, maka semakin stabil harga produk primernya. Ketika harga CPO di pasar internasional tinggi, Indonesia dapat mengekspor CPO atau produk turunannya.  Jika harga rendah, Indonesia dapat meningkatkan produksi biodiesel baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor.  Peningkatan permintaan terhadap CPO untuk biodiesel tentu dapat menetralisir dampak negatif akibat penurunan harga CPO di pasar internasional.
    Dengan berbagai argumen diatas, sejatinya tidak ada lagi alasan untuk berwacana membahas biodiesel.  Waktu yang ada harus digunakan untuk segera bertindak, bahkan bila perlu secara full speed. Jika tidak, kita memang lebih bodoh dari seekor keledai.

COMMENTS :




Don't Spam Here

0 komentar to “ ERA BIODIESEL KEMBALI TIBA ”

Post a Comment

Bagi sobat-sobat silahkan comment disini, Insya Allah saya comment balik di blog anda dan Saya follow juga. Blog 7ASK adalah Blog Do Follow, Terimakasih atas kunjungan Anda..!

 

Copyright © 2008-2011 All Rights Reserved. Mobile View Powered by 7ASK / WAWAN ADIE and Distributed by Template

Facebook Twitter Mykaskus