Thursday, April 16, 2009

A Love

ni adalah ceritaku. Sebelumnya perkenalkan, namaku Uehara Haruki. Cewek cantik yang sekarang duduk di kelas 3 SMA. Aku mempunyai 3 teman baik, salah… maksudku 2 teman baik yaitu Takaki Kudo dan Matsuda Yue sedangkan yang satunya lagi adalah calon pacarku, Fujiki Rui. Kami adalah murid Samatha Gakuen.
Aku, Kudo dan Yue telah berteman sejak SD. Sedangkan perkenalanku dengan Rui baru dimulai ketika kelas 1 SMA, ketika upacara pembukaan tahun ajaran baru. Tepatnya saat penerimaan murid-murid baru. Masih teringat jelas kejadian saat itu, pertemuanku yang mengesankan dengan Ai. Oh ya, Ai adalah panggilanku buat Fujiki Rui yang berarti cinta.
“Saya, Fujii Rui, wakil murid angkatan 2006 mengucapkan terima kasih!” ujar Rui mengakhiri pidatonya. Setelah melipat kertas pidatonya ia lalu membungkukkan badannya.
Semua murid bertepuk tangan.
“Haruki, wajahmu itu…” ujar Yue memegang mukaku.
“Eh, cowok itu…” ujarku. “Fujiki Rui…”
“Kenapa? Cakep ya???” tanya Yue sambil menolah kearahku. “Eh, Haruki kamu mau kemana?”
Aku berjalan ke arah Rui.
Entah apa yang kupikirkan saat itu, yang pastinya segala sesuatunya mengalir begitu saja.
“Aku suka padamu, mau jadi pacarku??” tanyaku dengan suara lantang di depan semuanya.
“Eh…” ujar Rui bingung. “Maaf, tapi kamu siapa? Aku bahkan tidak mengenalmu. Maaf ya…”
Sesaat setelah menolakku, Rui lalu berjalan pergi.
“Kamu gila Haruki? Kamu berani banget??” teriak Yue berjalan menghampiriku.
‘Plak’
Kudo memukul kepalaku dengan tasnya.
“Au…” teriakku kaget.
“Yue, itu bukan gila namanya! Haruki kamu ini! Dasar tidak tahu malu!” marah Kudo. Sementara murid-murid yang lain berbisik tentang kejadian itu.
“Sakit!” ujarku memegang kepalaku.
“Kudo, jangan memukul Haruki sekeras itu!” marah Yue. “Haruki kamu gak apa-apa kan?”
“Sakit… eh, tidak…” ujarku pelan sambil terus menatap Rui yang berjalan pergi.
“Berhenti menatap Rui, semua anak menatapmu dan membicarakanmu saat ini!!” ujar Yue menyenggolku.
Begitulah semuanya dimulai, 2 tahun kemudian.
Haruki jatuh cinta pada Rui yang merupakan wakil murid pembukaan tahun ajaran baru. Tak hanya itu, dengan berani Haruki menyatakan cintanya pada Rui yang bahkan saat itu tidak mengenalinya.
Sebelum kita lanjutkan ceritanya lebih jauh, ada baiknya kita kenalan dulu ya dengan para tokoh-tokoh di cerita ini!
Pertama, Haruki… cewek yang ceria, seenaknya sendiri sesuai dengan perasaannya dan suka memberi perintah. Haruki menjadi menager dari klub judo ketika tahu Rui yang disukainya masuk ke klub ini, walau begitu cewek yang sering menguncir rambutnya ini tidak bisa disebut manager karena ia hanya mengurus Rui saja di klub itu.
Lalu berikutnya adalah Rui tapi biasa dipanggil Ai walau hanya Haruki. Ai adalah cowok yang paling pintar di sekolah, sangat amat pendiam dan jarang menunjukkan perasaannya sendiri. Walau begitu, anggota dari klub judo ini sebenarnya adalah cowok yang sangat baik dan sangat memperdulikan orang lain.
Kedua tokoh yang berikutnya adalah teman Haruki yaitu Kudo dan Yue.
Kudo adalah ketua dari klub judo, berpacaran dengan Yue ketika kelas 3 SMP. Cowok yang suka campur dalam masalah Haruki dan Rui ini menyebut dirinya sebagai cupid cinta. Ia dulu pernah menyukai Haruki. Ia juga dijuluki Tan-tei oleh Haruki. Kudo sendiri merupakan cowok yang pemarah, sangat sensitive dan penuh ide yang gila.
Yue adalah cewek feminim berambut panjang yang sangat lembut, baik dan tegas. Ketua klub merangkai bunga ini merupakan cewek tercantik di Samatha Gakuen. Walau terlihat begitu sempurna, sebenarnya cewek ini paling lemah dalam olahraga apapun. Yue dipanggi Moon-chan.
Namun kisah cinta mereka baru akan dimulai sekarang, yakni ditahun 2008 ini.
Sudah jam 2 siang, Haruki terlihat sudah tidak sabar lagi. Sesekali ia melihat kearah Kudo dan Yue. Mereka kemudian memberi isyarat ok dengan tangannya.
‘Teng-teng-teng’
Begitu bel berbunyi Haruki segera memasukkan buku ketasnya dan berjalan dengan cepat kearah Rui yang duduk di bangku terdepan disamping pintu.
“Ai... Hari ini aku akan menunggumu di taman Heiba,” ujar Haruki pada Rui yang sedang memasukkan buku pelajaran ke tasnya. Rui lalu mengunci tasnya.
“Aku tidak akan datang. Kamu tahu kan aku ada latihan judo nanti!” balas Rui sambil mengalihkan pandangannya.
“Kalo begitu aku akan menunggumu di dekat air mancur,” ujar Haruki sambil berjalan keluar kelas. “Ini kan masih siang, kalo judonya kan sore! Hanya sebentar jadi kamu harus datang ya! Dan ini penting.”
“Kalo begitu katakan disini saja. Kenapa harus...” ujar Rui sambil bangun dari tempat duduknya. “HEI!!! JANGAN PERGI DULU!!!”
Haruki berlari keluar tanpa memperdulikan teriakkannya Rui.
***
Haruki berhenti di depan sebuah pohon. Ia tampak mengantungkan sesuatu
“Tuhan, bantulah aku.”
Haruki kemudian mengatupkan kedua telapak tangannya.
“Hari ini untuk terakhir kalinya. Ibarat kucing yang memiliki 9 nyawa, aku hanya memiliki satu kesempatan lagi. Setelah 8 kali menyatakan perasaan dan ditolak. Kali ini adalah pernyataan yang terakhirku, benar-benar yang terakhir kalinya.”
Haruki lalu menarik nafas panjang, “Jika Rui menolakku lagi. Aku akan menyerah... kali ini benar-benar akan menyerah. Tapi Tuhan, jangan sampai ia menolakku lagi ya!!!Soalnya aku benar2 suka. jadi Aku mohon keajaiban untuk yang terakhir ini! Ok tuhan!”
***
Haruki melihat jam tangannya. Sudah hampir 1 jam. Haruki tampak melihat sekelilingnya dan sesekali khawatir kenapa Rui belum datang juga?
“Jangan-jangan ini pertanda bahwa aku akan ditolak lagi,” pikir Haruki.
Haruki kemudian menggeleng cepat. Tidak....
Untuk sebentar terlintas di pikirannya tentang penolakan Rui yang terdahulu.
Penolakan yang pertama…
“Maaf, tapi kamu siapa? Aku bahkan tidak mengenalmu,” ujar Rui saat itu.
Kedua…
“Hah? Kita kan baru saling mengenal. Maaf…” tolak Rui dengan halus.
Ketiga…
“Maaf, aku hanya menganggapmu sebagai teman. Sama sekali tidak ada perasaan yang seperti itu terhadapmu!” Rui menunduk dalam-dalam.
“KAK, TOLONG BALONKU...” teriak seorang anak kecil didekatnya, menyadarkan Haruki dari lamunannya.
“AH...” teriak Haruki karena balon itu terbang dan menyangkut di lampu taman yang berada di dekat kolam. “Aku akan berusaha mengambilnya.”
“Sial!!! Balonnya terlalu tinggi. Tanganku tidak bisa menggapainya walau sudah naik ke pembatas kolam,” omel Haruki pelan. “Mungkin bisa jika aku melompat.”
“Akhirnya...” Haruki berhasil menggapai tali balonnya juga setelah beberapa loncatan. “Ah....”
Kakinya lalu mendarat di tempat yang licin, seketika itu tubuh Haruki masuk ke dalam kolam.
“TOLONGGGG...” samar-samar terdengar suara anak kecil tadi meminta tolong.
***
“Haruki... kamu bergerak???” terdengar sebuah suara walaupun samar-samar. “Dokter...”
Haruki membuka matanya pelan, terlihat bayangan seseorang.
“Dok.. ter…” panggil Haruki pelan.
Dokter yang datang lalu memeriksa denyut jantung Haruki.
“Mari kuperiksa dulu..” katanya sambil menyorot senter ke mata Haruki. “Semuanya tampak baik.”
Haruki hanya diam.
“Ini angka berapa?” Tanyanya.
“Dua..” ujar Haruki ketika melihat tangannya.
“Selain luka luar tampaknya semuanya baik-baik saja!” ujar dokter kepada seorang cewek yang disebelahnya.
“Kepala?” mendengar ucapan dokter spontan Haruki memegang kepalanya. “Ini!!”
“Itu perban. Kepalamu dijahit 2 hari yang lalu.Kepalamu robek. Apa kamu ingat apa yang terjadi?” tanya dokter.
“Aku...” Tiba-tiba kepala Haruki terasa sakit.
“AHH....” Haruki kemudian memegangi kepalanya dengan keras untuk mengurangi rasa sakitnya.
“Baiklah, jangan berpikir apa-apa dulu. Cobalah untuk santai....” ujar dokter sambil menurunkan tangan Haruki dari kepalanya.
Haruki mengangguk.
“Baiklah… dokter akan tinggalkan kalian!” Dokter itu lalu pergi.
“Haruki... aku sudah menelepon orangtuamu. Ayahmu akan datang setelah pulang dari kantor. Mungkin agak sorean. Tapi ibumu akan tiba sebentar lagi. Oh ya, Kudo juga telah menghubungi Rui. Dia juga akan datang sebentar lagi,” ujar seorang cewek yang dari tadi di kamar. “Mengetahui Rui akan datang, kamu pastinya sangat senang kan??”
“Kamu siapa?” tanya Haruki. Haruki tampak bingung. Kenapa cewek asing ini berbicara terus mengenai hal yang tidak dimengertinya.
“EHH??” cewek itu tampak kaget.
“HALLO….” Seorang cowok masuk dan lalu memeluk yang cewek.
“Kenapa lama sekali kamu kesininya Kudo?” cewek itu memanggil cowok itu dengan sebutan Kudo, sepertinya ia bernama Kudo.
“Itu karena aku sibuk menghubungi Rui. Oh ya! Yue, Rui bilang ia dalam perjalanan. Sebentar lagi akan sampai. Ah… kamu pasti senang kan Haruki?” Kudo yang baru masuk sambil tersenyum penuh arti. “Begitu mendengarmu sudah siuman Rui langsung kesini!”
“Kalian siapa?” tanya Haruki semakin bingung. Kenapa dua orang asing ini berbicara seolah mereka akrab denganku?
“Haruki, kamu membuatku takut. Jangan bercanda lagi deh...” ujar cewek yang dipanggil Yue oleh Kudo sambil memandang mataku.
Haruki menggeleng, “Aku benar-benar tidak mengenal kalian.”
“Haruki hilang ingatan. Berhenti main-mainnya, ini sudah tidak lucu lagi Haruki. Apa kamu benar-benar tidak mengenal kami?” tanya Kudo dengan wajah serius.
“Haruki sudah sadar?” seorang cowok asing lagi bertanya ketika ia masuk dengan suara yang terengah-engah seperti habis berlari.
“Baiklah kalo kamu tidak mengenali kami. Tapi jangan bilang kamu juga tidak mengenal Rui,” ujar Kudo sambil memegang bahu cowok yang sepertinya bernama Rui.
“Jangan bercanda di depan Rui. Ntar dia marah loh...” sambung yang cewek cepat.
“Haruki…” panggil Rui sambil mendekat.
“Aku tidak bercanda...” ujar Haruki sambil menggeleng. “KALIAN… kalian semua ini siapa? Aku.... kenapa aku tidak bisa mengingat apapun???”
“HIKKSSS….” Untuk sejenak Haruki tampak sangat ketakutan. “A..Hikkss… kenapa aku tidak bisa mengingat apapun???”
Sekujur badan Haruki tampak gemetaran.
“Haruki...” seorang wanita yang agak tua datang. “Syukurlah Haruki kamu sudah sadar. Ibu sangat khawatir.”
Air mata Haruki lalu menetes bersamaan dengan pelukan wanita itu.
Tidak mengerti apa yang terjadi, namun Haruki merasakan kehangatan dari tubuh wanita itu dan itu membuat ketakutannya menjadi berkurang.
“Tante, anu … sepertinya Haruhi hilang ingatan!” ujar Yue.
“Eh, kamu tidak ingat sama Mama?” tanya wanita itu sambil melepas pelukannya.
Haruki menggeleng dan air matanya menetes lagi, “Aku tidak bisa mengingat apapun.”
Haruki lalu memegangi kepalanya lagi. Kenapa tidak dapat mengingat siapapun…
Yang bisa dia rasakan hanya sakit yang teramat ketika dia mencoba berpikir.
“Tidak apa-apa. Jangan dipaksa! Pelan-pelan juga akan ingat kembali. Yang penting kamu telah sadar,” ujar wanita itu sambil menghapus air mata Haruki.
“Bagaimana kalo tetap tidak ingat?” tanya Haruki khawatir.
“Ingat ataupun tidak, kamu tetap adalah Haruki yang kami sayangi. Kalo seandainya kamu tidak ingat dan ingin mengetahui sesuatu, kamu bisa bertanya pada mama atau pada teman-temanmu ini!” saran mamanya bijak.
“Ehm...” Haruki mengangguk.
“Baiklah, tampaknya sebaiknya sekarang kalian semua harus pulang dulu. Terima kasih telah datang. Tapi lebih baik biarkan Haruki istirahat sendiri dulu,” ujar mama Haruki sambil melihat kearah teman-teman Haruki.
***
Keesokan harinya,
“Hello...” ujar Yue. “Permisi tante.”
Yue lalu menyerahkan bunga yang dibawanya pada mamanya Haruki. Sedangkan kedua cowok yang juga datang kemarin hanya berdiri diam dibelakangnya.
“Kalian datang lagi. Merepotkan kalian saja... tante keluar dulu ya. Biar kalian bisa ngomong lebih leluasa,” ujar mamanya Haruki sambil berjalan keluar.
“Hai...” sapa Yue.
“Hai juga....” balas Haruki.
“Kamu terlihat lebih baik.. Oh ya, apa kamu sudah?” tanya Yue pelan sambil menunjuk kepalanya.
Haruki menggeleng.
“Tidak apa-apa. Jangan sedih... oh ya, kalo begitu kita kenalan aja dulu ya!” ujar Yue. “Namaku Matsuda Yue. Yang ini pacarku Yoshida Kudo dan yang ini adalah Fujii Rui!”
“Aku Miyazaki Haruki..” ujar Haruki. Ia kemarin mengetahui namanya dari mama.
“Kami sudah tahu. Kami kan tidak hilang ingatan!” ujar Kudo cetus.
Yue dan Rui lalu menatapnya.
“Tidak apa-apa,” ujar Haruki.
“Oi Haruki... kamu tahu siapa dia?” tanya Kudo sambil melirik ke arah Rui.
Haruki menggangguk, “Dia Fujii Rui... hello Fujii-kun..” ujar Haruki sambil sedikit membungkuk.
“Bukan Fujii-kun... Rui... dia adalah Rui. Salah, kamu juga tidak memanggilnya dengan sebutan Rui..” ujar Kudo, sepertinya ia bertambah kesal. “Baiklah kalau begitu aku siapa?”
“Kamu Kudo-kun! Dia Matsuda –chan!” ujar Haruki.
Mereka lalu menggeleng dan menarik nafas panjang.
“Aku tahu... Yue-chan, Yoshida-kun, Rui-kun...” tebak Haruki lagi. Kalo tidak memanggil dengan nama keluarga pasti dengan nama kecil mereka.
Mereka bertiga menggeleng lagi sepertinya tebakan Haruki salah lagi.
“Tapi itu yang kalian bilang tadi kan,” ujar Haruki ikut sedih juga.
“Kamu biasa memanggilku Moon, lalu Tantei pada Kudo dan Ai pada Rui...” ujar Yue memecah keheningan.
“Moon... oh ya, Yue itu kan bulan. Lalu Kudo itu Shinichi... si Tantei... lalu Ai.... dengan Rui... dengan Fujii...” Haruki tampak kebingungan menghubungkan nama Ai dengan nama Fujii Rui.
“Ai itu cinta...” ujar Yue memberi Haruki petunjuk.
“RUI PACARKU?” Haruki berteriak kaget sambil menunjuk pada Rui.
Yue menggeleng.
“Lalu Ai...ai. Kenapa aku memangilnya dengan sebutan yang berarti cinta begitu??” ujar Haruki semakin tidak mengerti.
“Kamu menyukai dia dan bertepuk sebelah tangan. Saking sukanya, kamu memanggilnya Ai... apa kamu ingat. Kamu sudah membuat Rui malu dengan panggilan itu. Lalu kamu juga tidak berhenti mengejarnya.. apa kamu ingat?” tanya Kudo.
Haruk menggeleng.
“Tampaknya aku begitu nakal hingga memberi kalian nama sebutan segala. Maaf ya Yue, Kudo, dan juga Rui!” Haruki membungkukkan badannya untuk meminta maaf.
“Panggil saja Moon, Tantei dan Ai!” ujar Yue. “Ucapan Kudo tidak usah kamu masukin hati. Dia memang sedikit darah tinggi.”
“Moon, Tantei, lalu Aaa...a..a.. Rui...” ujar Haruki setelah kesusahan dengan kata Ai. “Aku tidak bisa memanggilnya Ai. Aku tidak ingat pernah mencintai Rui.. panggilan Moon dan Tantei itu mungkin bisa digunakan. Tapi untuk Rui, apa tidak keberatan kalo aku sebut Rui saja kan??”
Rui menggeleng, “ Aku dari dulu tidak menyukai panggilan Ai itu. Tapi…”
“Benarkah? Kalo begitu aku panggil Rui saja. Kata dokter, mungkin besok pagi aku sudah bisa pulang dari rumah sakit. Senangnya… tapi kata mama aku tetap harus diam di rumah selama 2 hari dulu biar tidak terlalu lelah…”
“Kalo begitu aku pulang dulu!” ujar Kudo sambil pergi. Tampaknya ada perkataan Haruki yang membuat Kudo kesal.
“Maafkan, Kudo memang dari kemarin agak sensitif soalnya kamu melupakan semuanya…” ujar Yue.
“Dia memang begitu…” ujar Rui.
“Kamu jangan menjelekkan Kudo. Dia itu karena kamu baru marah. Kenapa kamu memperbolehkan Haruki memanggilmu dengan nama Rui???” bentak Yue kesal.
“Sepertinya aku tidak boleh memanggilmu begitu. Maaf, kalo begitu…” ujar Haruki merasa tidak enak.
“Sebenarnya nama Ai itu atas saran Kudo. Kita bertiga adalah teman dari SD. Kita bertiga sangat dekat, Kudo juga waktu SMP sempat menyukaimu, maksudku Haruki. Tapi tenang saja, sekarang dia adalah pacarku. Aku akan menjaganya baik-baik!” jelas Yue.
“Kalo begitu kita bertiga adalah teman sejak kecil, sejak kapan aku mengenal Rui? Maksudku… Aa….” Ujar Haruki terputus.
“Kalo tak ada Kudo kamu boleh panggil Rui kok!!” ujar Yue pengertian. “Hanya saja kalo didepannya, merepotkanmu harus memanggil Rui dengan sebutan Ai.”
“Hm..” Haruki mengangguk.
“Untuk pertemuanmu dengan Rui, seingatku waktu pidato penerimaan siswa baru waktu SMA. Kamu terpesona dengan Rui yang membawakan pidato. Lalu kalian ternyata sekelas dan kamu langsung menyatakan cinta saat itu juga…” cerita Yue.
“Jadi seperti itu pertemuanku dengan Rui ya??? Kalo begitu Rui tau alasan aku menyukaimu?” tanya Haruki pada Rui.
“Karena itu adalah garisan hidup Haruki!” jawab Rui dan Yue bersamaan.
“Garisan hidup. Aku sama sekali tidak mengerti,” ujar Haruki tambah penasaran.
“Aku juga tidak begitu tahu. Soalnya jika ditanya kamu pasti bilang rahasia…” ujar Yue.
Tiba-tiba hp berbunyi dan Rui mengangkat teleponnya. Ia lalu pergi keluar.
***
“Jadi begitu ya!!!” ujar Haruki pada Yue setelah ia bercerita soal dia dan Kudo.
Lalu Rui masuk ke kamar dan Haruki spontan melihat ke arahnya setelah mendengar pintu berbunyi.
“Oh, itu tadi telepon dari Kudo. Dia menanyakan apakah Yue masih bersamaku. Dia lalu berpesan agar Yue menggambil hpnya yang ketinggalan di tempatnya. Ia juga mengingatkanku tentang latihan judo nanti sore. Hanya itu!!!” lapor Rui begitu tau Haruki melihatnya.
“Eh…” Haruki menjadi bingung.
“Rui…” panggil Yue.
“Eh.. ah maaf…tampaknya aku jadi reflek untuk menceritakan apapun pada Haruki!”ujar Rui begitu sadar Haruki kebingungan.
“Tampaknya Rui sudah terbiasa melapor pada Haruki… Haruki tidak mengatakan apapun, Rui sudah menjelaskan panjang lebar! HA.. Ha…ha…” Yue tertawa.
“Eh… terbiasa melapor??” Tanya Haruki.
Yue mengangguk lalu melihat kearah Rui yang tampak salah tingkah.
“Haruki selalu ingin mengetahui semua urusan Rui. Jadinya dia selalu memaksa Rui untuk mengatakan apa pun yang ia lakukan,” jelas Yue. “Bukankah begitu Rui??”
“Awalnya aku tidak mau, tapi keseringan ditanya aku jadi bosan. Pertamanya kujawab asal saja, tapi anak itu bertanya dan bertanya lagi. Dia baru berhenti bertanya ketika dia mengetahui semuanya dengan lengkap,” Rui terlihat begitu sedih, tampaknya ia dan Haruki dulu pasti sangat dekat.
“Apa kamu mencintaiku??” tanya Haruki pada Rui spontan. “Maksudku terhadap Haruki dulu, apa Rui mencintainya?”
“Hey, kalo Rui mencintai Haruki maka Haruki tidak akan sampai beberapa kali ditolak olehnya,” sambung Yue. “Oh ya, kamu kan tidak ingat apapun.”
“Oh, tidak ingat. Tapi kalo Rui tidak menyukai Haruki kenapa memberinya harapan? Dengan selalu menuruti permintaannya bukankah ia akan tidak akan mengerti bahwa ia telah ditolak?” tiba-tiba Haruki jadi kesal pada Rui.
Yue lalu melihat Haruki.
“Maaf, mungkin aku ini tidak tahu apa-apa,” jelas Haruki. ”Tapi dengan memperlakukan Haruki dengan baik, maka Haruki tidak akan pernah mengerti. Rui bukannya ingin Haruki menyerah dan tidak mengejar-ngejar Rui lagi kan?”
“Kamu ini jangan keterlaluan terhadap Rui,” marah Yue. “Rui itu hanya tidak ingin menyakitimu dengan terang-terangan menolakmu.”
“Kalo begitu aku akan menjadi semakin melunjak dan keterlaluan. Mungkin selamanya akan memaksakan apa yang aku inginkan pada Rui,” ujar Haruki. “Apalagi tau Rui tidak bisa berbuat ataupun bertindak tegas untuk ini!”
“Itu tidak sepenuhnya benar…” Rui tampak khawatir. “Aku memang tidak mencintai Haruki, tapi aku menganggap Haruki sudah seperti adikku sendiri. Jadi aku tidak bisa …”
“Aku juga keterlaluan. Maaf, tolong lupakan saja... Lagipula aku yang sekarang tidak mengingat apapun, aku mungkin sangat mencintai Rui. Tapi itu hanyalah masa lalu, aku yang sekarang tidak akan memaksakan cinta pada Rui. Jadi kurasa Rui bisa tenang,,” ujar Haruki sambil melihat Rui.
”Itu …” ujar Rui.
“Eh, adik sepertinya ide yang bagus! Bagaimana kalo hubungan kita sekarang adalah kakak adik. Bukankah kamu menganggap Haruki adalah adik?” tanya Haruki begitu teringat ucapan Rui tadi.
“Lagi-lagi Haruki memutuskan segalanya sendiri. Walaupun hilang ingatan, kamu tetap memaksakan semuanya berjalan seperti keinginanmu!” ujar Yue.
“Benarkah?? Tapi aku merasa pemaksaan yang kali ini adalah yang terbaik. Karena pihakku dan Rui bakalan senang!!!” ujar Haruki. “Haruki bisa mencoba untuk menata hidupnya sendiri dan Rui… bukankah tadi ia berkata mengangap Haruki sebagai adik?”
“Aku tidak merasa begitu!” ujar Yue pelan.
“Baiklah, mulai sekarang Rui harus lebih tegas pada Haruki. Kalo tidak cinta bilang saja, lagipula memberi harapan yang pada akhirnya ditolak juga akan lebih terasa menyakitkan..” ujar Haruki tidak memperdulikan ucapan Yue dan melihat kearah Rui.
“Aku..” ujar Rui.
“Baiklah kita setuju. Rui tidak boleh terlalu baik pada Haruki dan aku akan menggantikan Haruki keluar dari cinta yang menyedihkan ini. Aku rasa hilang ingatan adalah takdir dari Tuhan,” ujar Haruki senang. “Bukankah begitu Rui? Sejak dulu kamu mengangapku adikkan?? Kita bisa seperti itu sekarang. Yue juga mendukung kan?”
“Mungkin Kudo tidak akan senang. Tapi apapun yang direncanakan Haruki aku akan mendukungnya sebagai teman!” lanjut Yue.
“Terima kasih!” ujar Haruki. “Kalian berdua lolos uji. Yang satu pantas jadi kakakku, dan yang satunya lagi temanku.”
“Apa maksudnya??” Tanya Yue.
“Tadinya aku pikir aku punya teman yang seperti apa? Aku sedikit takut karena tidak bisa mengingat apapun. Tapi tampaknya walaupun hilang ingatan berapa kalipun aku tetap akan menjadi teman kalian lagi,” ujar Haruki. “Karena hilang ingatan ini aku menggunakan instingku untuk memutuskan sesuatu.”
“Baiklah, ini sudah sore. Aku harus latihan!” ujar Rui pamit.
“Aku juga harus balik dulu. Cepat sembuh dan kembali kesekolah lagi!” pamit Yue.
“Hati-hati Moon!!” Haruki melambaikan tanganku. “Rui juga, maksudku Aniki..”
***
“Anak itu walau hilang ingatan tapi tetap semaunya sendiri. Sama seperti ia yang dulu!” ujar Yue pada Rui.
“Ya!” ujar Rui. “Dia juga cepat sekali sudah bisa ceria seperti dulu lagi.”
Rui menjadi sedikit lega mengetahui Haruki tampak bersemangat seperti dulu.
“Rui pasti senang kan! Haruki yang dulu mengejar-ngejar Rui sekarang sudah menyerah. Anak itu dulu tidak perduli apa yang kita lakukan dan katakan, ia tidak pernah mau menyerah terhadapmu. Haruki yang sekarang memang baik, tapi entah kenapa aku merindukan Haruki yang dulu!” ujar Yue sedih.
“Yue...” ujar Rui.
“Apa yang kutangisi?” Yue menghapus air matanya.
“Kamu…”
“Aku merasa Haruki yang antusias mengejar Rui hilang begitu saja. Aku tidak rela!” ujar Yue. “Rui pasti tidak mengerti karena dulu sangat terganggu pada Haruki!”
“Eh…”
Sebenarnya Rui merasa ada sesuatu yang janggal, hanya saja belum menyadari apa yang telah hilang darinya. Apa yang kamu pikirkan Rui?? Bukankah kamu seharusnya lega tidak ada Haruki yang begitu ngotot untuk mengejarmu sekarang? Tapi kenapa sepertinya ada yang tidak benar dan merasa ada yang salah dengan keadaan yang sekarang ini.
“Kita sudah tiba di rumah Kudo. Aku masuk dulu ya!” Yue membuka pintu rumah.
Beberapa saat kemudian,
“Sepertinya Kudo telah pergi, apa Rui tidak telat latihan?”
“Eh…” Rui tiba-tiba sadar.
“Latihan.. aku sudah telat!” Rui tampak melihat jam tangannya. “Apa Kudo sudah pergi?”
Yue mengangguk, “Aku mengambil hpku yang tertinggal tadi dan tidak melihatnya.”
“Maaf aku tidak bisa mengantarmu kerumahmu. Apa tidak apa-apa pulang sendiri?” tanya Rui.
“Ya, ini masih terang. Kurasa tidak apa-apa!” ujar Yue.
“Kalo begitu, aku duluan ya!!” ujar Rui pamit.
“Hati-hati!” ujar Yue.
***

Bagian 2 – Pertemuan yang Aneh

“Jadi ini rumahku? Disini aku tinggal ya??” ujar Haruki sambil masuk dan menyelidiki sekeliling.
“Papamu akan pulang lebih awal hari ini. Mama akan memasak masakan kesukaanmu..” ujar mama sambil menaruh tas Haruki.
“Aku lupa mengambilnya. Terima kasih sudah dibawakan kedalam. Aku terlalu senang jadinya tidak ingat!” ujar Haruki tampak malu karena mamanya membawakan tas yang tertinggal di taxi tadi.
“Oh ya, dimana kamarku??” tanya Haruki tidak sabar. “Tunggu dulu, mama jangan menjawab. Biar kutebak, yang itu ya kamarku??”
Mama menggeleng, “Pertama kali kita pindah, kamu juga menginginkan kamar itu. Tapi sayangnya itu kamar tamu, bukan kamarmu.”
“Eh, kenapa bukan kamarku??” tanya Haruki kecewa.
“Liat dulu kamarmu yang diatas. Kamu pasti tidak kecewa lagi!” Mama lalu naik ke atas.
Haruki mengikutinya dari belakang.
“Ah, kamar yang bagus… ini kamarku kan??” tanya Haruki begitu masuk ke salah satu kamar mengikuti mama.
“Wah, banyaknya foto-foto! Ada aku dan mama, dan ada Moon, Kudo Tantei dan juga Rui,” ujar Haruki begitu melihat kumpulan pigura diatas meja.
“Masih ada album kesayanganmu. Ada banyak foto Rui koleksimu hasil jepretan dari kameramu,” ujar mama.
“Eh, aku mengoleksi foto Rui?? Ah, jadi aku dulu pernah benar-benar menyukai dia ya? Bahkan mungkin sangat suka. Aku jadi malu,” ujar Haruki karena tidak bisa mengingat.
Mama lalu tertawa, “Kamu pasti bisa mengingatnya lagi, jangan khawatir.”
Haruki menggeleng, “Aku tidak akan memaksa untuk mengingat, aku mencari tahu sendiri kenapa aku bisa menyukai Rui. Jadi kalau tidak ingatpun, cinta itu pasti bisa muncul lagi. Tapi kalo tidak ya sudah. Aku tidak ingin melawan arus lagi. Seperti peribahasa, biarkan mengalir seperti air!”
“Terserah kamu saja. Itu urusanmu, tapi yang ingin kamu ketahui bisa bertanya pada mamamu ini,” ujar mama sambil memegang bahu Haruki.
“Hm…” Haruki mengangguk.
***
Malamnya,
Aku, mama dan papa makan bersama. Kami makan segala macam panggangan yang kata mama adalah kesukaanku.
Malam ini aku mengetahui banyak hal, mengenai hobiku yang senang memotret. Lalu mengenai sifatku yang ceria, seenaknnya sendiri dan tidak gampang menyerah.
Aku juga senang karena mereka adalah orang tuaku. Seandainya hilang ingatan lagi, aku tidak akan khawatir karena ada orang-orang yang sangat memperdulikanku dan menyayangiku. Ada mama, papa, Rui, Moon, dan juga Kudo Tantei.
Aku merasa sangat sehat, besok aku mau pergi kesekolah saja. Aku penasaran dengan sekolah yang tidak kuingat sama sekali itu.
***
Keesokannya,
“Tapi bu, aku benar-benar bosan. Aku boleh ya pergi ke sekolah. Aku tidak mau hanya diam di rumah saja…” bujukku pada ibuku.
“Tidak boleh!” ujarnya galak. “Kalo kamu bosan, jalan-jalan saja ke taman dekat sini. Kata dokter, kamu tidak boleh terlalu capek. Sekolahnya lusa saja!”
Ternyata tadi malam aku salah, ibu begitu galak dan keras kepala.
“Baiklah aku pergi ke taman saja!” ujarku mengalah setelah kehabisan akal membujuk ibu.
“Ingat ya, taman sekitar sini dan jangan kemalaman. Oh ya, kamu sudah minum obatmu kan?” Tanya ibu.
“Ya… ya… aku pergi!” ujarku.
“Hati-hati” teriaknya.
***
Kenapa ia begitu cerewet?
Hah!!
Bosannya! Apa yang dilakukan teman-temanku sekarang ya???
Aku kemudian duduk di ayunan.
“30, 29, 28, 27, …” seorang anak tampak menghitung mundur di balik pohon.
Dasar anak kecil, rupanya mereka main hide and seek ya??
Aku lalu memperhatikan anak lain yang sibuk mencari tempat bersembunyi.
Seorang anak lalu berlari ke bawah perosoton disampingku.
Aku lalu memperhatikannya.
“Sstt… jangan kasih tau ya!!!” anak laki-laki itu rupanya sadar aku memperhatikannya.
“Baiklah, aku mulai…” anak yang menghitung tadi mulai mencari anak-anak yang lain.
Satu per satu anak ketemu, tinggal anak yang bersembunyi di sampingku yang belum ditemukan.
“Hey, disini ada satu lagi!” teriakku pada temannya.
“Kakak!!” teriak anak itu kaget karena aku memberi tau tempat persembunyiannya.
“Jun ketemu!!” teriak anak yang menjadi seeker itu sambil berlari kesenangan.
“Dasar jelek, kakak jelek!!” ujar anak yang bernama Jun itu kesal
Aku bangkit dari ayunanku dan mengikuti Jun yang berjalan kearah teman-temannya.
“Aku juga ikut main ya??” ujarku pada anak-anak yang lain.
Tampaknya mereka cukup ramai.
“Tentu saja!” ujar anak yang tadi menjadi seekernya memperbolehkanku main.
“Kakak terlalu tua untuk ikutan,” ujar Jun cetus.
“Aku tau, kamu pasti takut. Sekarang kan giliranmu yang menjadi seekernya. Kalo aku ikutan kamu takut tidak bisa menemukanku kan??” pancingku.
“Siapa bilang?? Begini-begini aku ini ahli bersembunyi dan juga mencari. Aku tidak takut. Baiklah, kakak hanya boleh sembunyi di dalam taman ini!” ujar Jun. “Aku mulai menghitung. Kalian sembunyilah yang jauh.”
“Mulai!!! 50,49, ..” Jun mulai menghitung mundur dan anak-anak lain pada mulai bersembunyi.
Aku juga masuk ke dalam taman dan mencari pohon besar untuk bersembunyi. Tepat di depanku ada bangku dan mantel panjang.
Lebih baik aku pura-pura saja tidur di bangku.
Aku lalu berbaring dan menutup mukaku menggunakan mantel tadi. Dari lubang kursi aku mengintip Jun yang masih sibuk menghitung.
***
Setelah cukup lama,
“Jun!” panggil seorang cowok seumuran Haruki.
“Kakak, kakak kenapa disini??” Tanya Jun.
“Kakak yang seharusnya tanya.. Kamu kenapa belum pulang juga?? “ tanyanya pada Jun dan ia lalu melihat ke teman-teman Jun. ”Ini sudah sore, seharusnya kamu dan teman-temanmu ini pulang. Kenapa masih bermain disini?? Orang tua kalian pasti khawatir.”
“Begini Kak Kenta, kakak yang ikut kami bermain tadi tidak ketemu-ketemu juga. Sudah sejak tadi mencari tapi tidak bisa menemukannya,” ujar salah satu teman Jun.
“Kakak?? Bagaimana cirinya??” Tanya Kenta. “Aku akan membantu mencari, tapi jika tidak ketemu juga kalian tetap harus pulang.”
“Kakak itu memakai jeans dan jaket berwarna merah,” ujar Jun. “Rambut pendek, lalu tingginya..”
“Apa kalian melihat ada orang yang berciri seperti itu?” Tanya Kenta pada yang lain.
“Kak, daritadi kami berkeliling tidak menemukan ada orang seperti itu. Lagipula ini sudah sore dan jam makan malam. Semua pada pulang, yang tersisa waktu terakhir kami lihat hanya seseorang yang tidur di bangku sejak tadi!” ujar teman Jun yang cewek.
“Orang itu dimana?” Tanya Kenta.
“Itu!” tunjuk yang lain pada salah satu bangku.
Lalu semua berkumpul di depan bangku.
“Dia memakai celana jeans! Apa kalian membuka mantel yang menutupi wajahnya??” Tanya Kenta.
“Kak, dia tidak memakai jaket merah!” ujar Jun mencegah Kenta mengambil mantel yang menutupi mukanya.
“Coba liat wajahnya!” ujar Kenta sambil pelan-pelan menarik mantel yang menutupi wajah Haruki. “Apa ini kakak yang kalian cari??”
“Itu, benar kakak yang tadi!” ujar Jun senang dan juga marah.
“Baiklah sekarang akan kubangunkan dia!” ujar Kenta.
“Wah, romantisnya!!!” ujar teman Jun yang cewek. “Dicium ya?? Putri Salju…”
“Ah, ini bukan cerita putri salju. Tapi kalo kalian pingen liat ya biar aku tunjukkan yang namanya ciuman itu!!” ujar Kenta bercanda.
Kenta lalu mendekatkan wajahnya pada Haruki, “Mana bibirnya ya??”
“En…” Aku menghadapkan kepalaku ke atas karena terganggu dengan suara didekatku. Tiba-tiba bibirku menyentuh sesuatu. Aku lalu tersadar.
Aku mencium pipi seseorang.
‘Plak…’ aku lalu menampar orang tersebut. “Siapa kamu? Kenapa menciumku?”
“Perasaan di cerita putri salju dicium pangeran, bukannya pangeran yang dicium putri salju!” ujar anak-anak yang lain protes.
“Kalian…” aku mencoba mengingat apa yang terjadi.
Terakhir aku berada ditaman dan bermain hide and seek dengan anak-anak ini. Aku sembunyi dan mengantuk karena pengaruh obat.
“Kamu siapa??” tanyaku pada cowok yang masih memegang pipinya.
“Namaku Kitamura Kenta!” ujarnya pelan.
“Aku bukan menanyakan siapa namamu. Kamu kenapa disini?? Kenapa kamu menciumku?” tanyaku.
“Aku mencari adikku,” dia lalu memegang Jun. “Lalu tadi aku juga yang menemukanmu. Mereka semua tidak ada yang berhasil menemukanmu dan takut kamu hilang.”
“He… he.. jadi aku yang menang tadi. Aku lebih ahli bersembunyi dari padamu kan??” ujarku tersenyum penuh kemenangan pada Jun.”Tunggu dulu, kamu mencariku dan menciumku.”
Aku teringat lagi apa yang terjadi tadi.
“Bukan aku yang mencium. Aku hanya bercanda dengan anak-anak akan menciummu. Pada saat aku mendekat tiba-tiba kamu membalikkan wajahmu. Lalu kamu mencium pipiku,” ujar Kenta membela diri.
“Aku yang menciummu??” tanyaku tidak percaya. Lalu aku mencoba mengingat yang telah terjadi. “Ah…”
“Kenapa? Apa kamu ingat??” Tanya Kenta.
“Aku tidak ingat. Aku hilang ingatan. Jadi kamu juga jangan mengingat apapun,” ujarku padanya.
“Baiklah. Aku janji akan berusaha melupakannya,” ujar Kenta.
“Kak, bukankah kita mau pulang??” Tanya Jun sambil menarik baju Kenta.
“Oh ya, ini sudah sore dan kalian semua harus pulang. Aku akan mengantar kalian semua!” ujar Kenta.
“Hore…” teriak semuanya.
“Aku sudah gede, aku bisa pulang sendiri!” ujarku beranjak bangun dan menjauh dari mereka.
“Tapi kamu seorang cewek, dan aku seorang cowok. Mana mungkin aku membiarkan cewek pulang sendiri??” Kenta menarik jaketku.
“Terima kasih atas perhatianmu. Tapi…” tolakku sambil melepas tangannya dari jaketku.
“Mengenai ci…” ujar Kenta.
Aku lalu menutup mulutnya.
“Baiklah, rumahku ada di sebelah kanan!” ujarku sambil melangkah ke kanan begitu keluar dari taman. “Kamu boleh mengantarku pulang.”
“Rumah mereka kebanyakan di kiri. Lebih baik mengantar mereka pulang duluan ya!” ujar Kenta. “Orang tua mereka pasti akan lebih khawatir karena mereka masih kecil-kecil semua.”
“Hey, rumahku di sebelah kanan. Masa aku harus berputar satu putaran lebih jauh??” tanyaku. Aku lalu berbelok saja ke kanan.
“Ci..” teriak Kenta dengan lantang.
“Baiklah… terus saja mengucapkannya. Kamu memang …” ujarku berbalik arah.
Aku lalu mengikuti Kenta dari belakang. Anak-anak tampak berbaris sangat rapi didepanku. Ternyata mereka semua berjumlah 7 orang. Kebetulan yang sangat menyenangkan. Bukankah ini seperti tokoh utama dalam cerita snow white?
“Kenapa kamu tersenyum jelek begitu??” Tanya Kenta yang dari tadi memperhatikanku.
“Bukan urusanmu,” ujarku.
Setelah mengantar 5 orang anak.
“Oh ya, kita kerumahku mengambil mobil dulu ya!” ujar Kenta.
“Rumahku dekat, jalan juga sampai!!” ujarku.
“Bukan kamu, tapi Tetsuya. Orang tuanya ternyata keluar kota hari ini. Seharusnya Tetsuya tinggal di rumah pamannya malam ini. Rumah pamannya cukup jauh,” ujar Kenta.
Akhirnya aku menemani Kenta mengambil mobil dan mengantarkan Tetsuya.
“Kamu masih sekolah??” tanyaku pada Kenta ketika melihat mobil pick up yang dibawanya tercantum namanya sebagai supir.
“Menurutmu??” tanyanya balik padaku.
“Aku tidak tahu,” ujarku.
“Aku begini-gini anak sekolah Nate. Aku kerja sambilan sebagai pengantar barang di toko keluargaku,” ujarnya.
“Nate?? Dimana itu??” tanyaku.
“Ya ampun, kamu tidak tahu sekolah favorite Nate??” tanyanya kaget.
“Mungkin aku tahu, dulu… tidak sekarang… aku baru saja hilang ingatan!!” ujarku.
“Bohong!!” ucapnya seperti tidak percaya gitu.
“Aku bersekolah di Samantha,” ujarku. “Apa kamu tahu Samatha??”
“Samatha? Aku pernah kesekolah itu. Aku ingat ada pohon dimana semua murid menggantungkan kertas permohonan. Sepertinya itu adalah legenda sekolah kalian.”
“Benarkah? Aku tidak tahu,” ujarku sedih karena sama sekali tidak bisa mengingat apapun. “Aku kehilangan ingatanku. Aku tidak ingat orang tuaku, temanku, rumahku, dan sekolahku.”
“Serius??” tanya Kenta sepertinya ia merasa tidak enak padaku.
“Aku bohong,” ujarku untuk mencairkan suasana. “Apa kamu percaya apa yang kukatakan tadi??”
“Oh! Baiklah, aku tertipu…” ujar Kenta. “Aku tadi benaran percaya bahwa kamu hilang ingatan.”
“Benarkah? Apa kebiasaanmu langsung percaya pada seseorang yang baru kamu kenal??” selidikku.
Kenta menggeleng, “Aku biasanya tidak gampang percaya. Tapi bersamamu sejak sore tadi, aku merasa kamu seseorang yang ceplas-ceplos dan tidak ada bakat jadi pembohong.”
“Benarkah??” tanyaku. Mendengar kata-katanya aku jadi tersentuh dan merasa ada sedikit perasaan aneh di hati.
Kenta menganguk, “Jadi kamu berbohong soal kamu hilang ingatan tadi. Apa kamu selalu melakukan hal yang sama terhadap semua cowok untuk mendapat perhatian mereka??”
“Aku tidak bohong. Sebenarnya aku beneran hilang ingatan!” ujarku jujur.
Kenta terdiam, sepertinya ia marah. Wajar saja, sebentar aku bilang aku ini hilang ingatan, sebentar lagi tidak, dan kemudian hilang ingatan lagi.
“Hm… sekarang saja sebenarnya aku harus istirahat dirumah. Mungkin lusa baru bisa bersekolah lagi,” ujarku.
Suasana lalu menjadi tenang lagi.
“Ah… Aku tahu. Aku tertidur tadi karena pengaruh obat yang kuminum sebelumnya,” teriakku membuat Kenta kaget.
“Tidur…” sambungnya. “Jadi kamu beneran sakit!!”
Aku mengangguk, “Apa kamu percaya??”
“Kamu tahu?? Tidak ada seseorang yang bertanya apakah kamu percaya setiap kali ia mengucapkan sesuatu… itu sepertinya sedikit aneh,” ujarnya.
“Penting sekali, percaya itu sesuatu yang penting. Aku ingin seseorang percaya padaku pada saat ini! Jadi cepatan jawab! Apa kamu percaya??” tanyaku.
“Oh ya, tadi kata Jun kamu memakai jaket merah. Kenapa..” Kenta mengalihkan pembicaraan.
“Oh, ini… jaket 2 sisi. Bisa dibolak balik. Yang satu merah dan yang lain coklat. Cukup menjebak kan??” ujarku. “Eh, berhenti! Kita sudah sampai!”
“Apa ini rumahmu?” ujar Kenta.
“Ya, kalau begitu terima kasih dan permisi aku masuk dulu!”
“Aku Kitamura Kenta, kamu sudah tau namaku. Kalo namamu siapa?” Tanya Kenta.
“Namaku Uehara Haruki, panggil saja aku Ueha…”
“Baiklah Haruki, sampai ketemu lagi!” ujar Kenta sambil menginjak gas mobilnya dan pergi.
“Dasar, siapa yang memperbolehkan dia memanggilku dengan nama kecilku??” ujarku marah.
“Hoi… aku lupa memberitahumu…. Yang tadi aku percaya. Aku percaya, apapun yang kamu katakan…” teriak Kenta dari kejauhan. “Sampai ketemu lagi! Cewek aneh!!”
Tapi sampai ketemu lagi. Dalam hati kecilku aku ingin melihat Kenta lagi. Sepertinya aku jatuh cinta kepadanya. Bisa kurasakan detak jantungku yang belum stabil karena berduaan dengannya di mobil tadi.
Day 5
Keesokan harinya,
Aku terbangun karena alarmku berbunyi. Tapi aku masih mengantuk. Ibu tadi malam keterlaluan, memarahiku semalaman.
“Huaahhh…” aku menguap.
Setelah mematikan alarmku aku lalu naik ke atas ranjangku lagi.
Baru saja aku memejamkan mata, “Haruki…” teriak Moon dan seketika itu juga Tantei dan Rui sudah berada di kamarku.
“Eh, kenapa kalian bisa masuk??” teriakku kaget dan aku lalu bangun memeriksa pintuku.
Rupanya tadi malam aku lupa mengunci pintu kamarku.
“Kemarin kamu kemana saja? Kami menunggu ampe dari siang, pulang sekolah sampai malam. Bayangkan 8 jam!” ujar Yue marah.
“Aku pulang jam 9 lewat ato jam 10 lewat setelah mengantar anak-anak pulang,” ujarku.
“Anak? Anak siapa?” Tanya Yue.
“Aku juga tidak tahu, kami bermain bersama kemarin ditaman!” ujarku. “Ya, tidak jelas begitu deh!!”
“Hari ini sesudah pulang sekolah kita kumpul di kafe yang biasa ya!!” ujar Yue.
Aku lalu melihat Rui, tampak mukanya ditempel plester. Lalu tangan Kudo juga dibalut.
“Itu??” bisikku pada Yue.
“Kudo ingin memarahimu tampaknya,” bisik Yue. “Jadi siap-siap saja. Rui saja kemarin latihan di tambah olehnya hingga memar-memar begitu.”
“Rui…” ujarku terpotong karena merasa ada mata yang menatapku tajam. “Maksudku A…”
Aku lalu memberi isyarat pada Rui untuk mendekat, “Apa kamu cerita tentang semuanya pada Kudo?”
Aku lalu tersenyum pada Kudo yang terus saja melihatku.
“Kudo sudah tau semuanya sejak hari kamu masih di RS. Untungnya kami bisa menghentikannya untuk datang 2 hari yang lalu,” ujar Rui.
“Maksudnya?” tanyaku tidak mengerti.
“Kudo bermaksud menanyakanmu semuanya, tapi karena hari itu kamu baru saja keluar dari RS, aku dan Yue melarangnya dengan alasan kamu harus istirahat dan biarkan kamu mempunyai waktu berkumpul dengan keluargamu.”
“Lalu kemarin kalian juga mencariku?” tanyaku.
“Kudo ingin meminta kejelasan darimu, ia kemarin sejak pulang sekolah sampai malam terus menunggumu pulang,” ujarnya lagi. “Lalu hari ini, Kudo takut kamu melarikan diri. Jadi pagi-pagi begini memastikan kamu akan datang nanti ke kafe.”
“Aku tidak mengerti? Aku merasa tidak berbuat sesuatu yang salah. Lagipula ini kan masalah kita berdua, kenapa Kudo harus ikut campur?? Kamu saja tidak apa-apa. Kenapa anak itu yang harus pusing memikirkannya??” ujarku.
“Itu salahmu dulu, membuat perjanjian dengan Kudo. Jadi sekarang walaupun kamu hilang ingatan, kamu tetap harus mematuhi janjimu. Kecuali kalo Kudo yang hilang ingatan juga, bakalan lain ceritanya,” tiba-tiba Yue yang ada di sampingku ikut menambahkan perkataan Rui.
“Apa kalian sudah menyampaikan pesan pada penghianat ini??” Tanya Kudo pada Yue. “Sampaikan kepadanya untuk jangan lupa datang ntar siang.”
“Ini alamat kafenya,” ujar Yue menyerahkan secarik kertas padaku. “Lebih baik kita berangkat sekarang, kalo tidak kita bakalan telat.”
“Ya, kita juga harus biarkan Haruki istirahat!” lanjut Rui menarik Kudo pergi.
***
Di Café,
“Haruki, akhirnya kamu datang juga!” ujar Kudo sambil meletakkan gelas di meja. Tampak Yue dan Rui sudah duduk dengan gelisah.
“Maafkan, tadi aku telat karena tersesat!” ujarku merasa bersalah karena telat setengah jam.
“Ha.. ha.. rupanya kamu tidak berubah walau hilang ingatan. Aku jadi teringat dengan pertemuan pertama kita dulu di sini. 3 tahun yang lalu, kamu juga telat karena tersesat!” ujar Yue.
“Baiklah, aku potong dulu nostalgianya. Sekarang aku mau bertanya sesuatu yang penting. Pertama, apakah hubungan kamu dan Rui harus seperti ini? Lalu yang terakhir, apakah kamu yakin dengan keputusanmu yang pertama?” tanya Kudo.
“He.. kamu seperti detektif saja. Seperti tau akan jawabanku yang pertama.. baiklah, aku ingin mengatakan bahwa aku yang sekarang tidak memiliki perasaan apapun terhadap Rui. Jadi aku rasa, Kudo tidak perlu lagi ikut campur terhadap hubungan cintaku dengan Rui karena itu telah berakhir,” ujarku.
“Apa kamu telah berusaha keras untuk mengingat masa lalumu? Apa kamu masih tidak mengerti alasanmu menyukai Rui??” tanya Kudo.
“Walau sudah banyak kenangan tentangku dan Rui yang telah kudengar dari Yue, ibu, dan juga dari foto-foto. Tapi aku tidak menemukan satu kenanganpun yang cukup kuat untuk menjadikanku menyukai Rui lagi. Masalah perasaanku dengan Rui, aku juga tidak ingin menghindar ataupun lari seandainya aku kembali bisa mengingat rasa itu. Hanya saja, aku yang sekarang tidak memiliki perasaan cinta terhadap Rui!” ujarku menjelaskan.
“Haruki..” ujar Yue.
“Biar kulanjutkan dulu. Sebenarnya semenjak aku hilang ingatan, aku terus mengumpulkan kepingan-kepingan puzzle yang terlepas di pikiranku. Mengenai keluarga, teman, dan hal-hal yang kusukai… pelan-pelan aku menemukan kenapa aku bisa tertarik kepada seseorang ataupun sesuatu seperti Yue, Kudo, Rui, kamarku, hobiku terhadap kamera, dan banyak lagi. Tapi aku tetap tidak menemukan kepingan puzzle tentang perasaanku terhadap Rui. Aku mungkin menurut Kudo tidak berusaha keras. Setiap aku berpikir kepalaku selalu terasa sakit dan semakin kucoba untuk mengerti aku semakin tidak paham!” ujarku.
“Sudahlah, terima kasih telah berusaha keras untuk mengingatku kembali!” ujar Rui. “Dan Kudo, selama ini semenjak kita bersahabat aku tidak pernah mengeluhkan walaupun kamu dan Haruki seringkali membuat rencana untuk menjebakku dengan Haruki ataupun tentang ide-idemu kepada Haruki untuk menembakku. Tapi untuk kali ini aku mohon, lepaskan kami berdua. Haruki yang sekarang dan aku, kami tidak saling menyukai. Haruki juga sudah tidak lagi mencintaiku. Bisakah lupakan janjimu terhadap Haruki?”
“Kalian berdua ini, tampaknya percuma kalo aku tetap bersikeras. Baiklah aku akan membiarkan kalian masing-masing sekarang. Apa itu cukup??” tanya Kudo memandangi Rui.
“Terima kasih!” ujar Rui dan aku barengan.
“Syukurlah akhirnya Kudo mau mengerti. Tapi walau begitu kita tetap sahabatkan??” tanya Yue.
“Sahabat? Tentu saja!” ujar Kudo. “Tapi kamu bukan sahabatku, kamu pacarku. Ngomong-ngomong rencanaku agar kita berempat bisa double date batal deh. Kalian kan gak mungkin pacaran!!”
“Kata siapa? Aku tidak jamin, lagipula mungkin suatu saat nanti aku bisa kembali menyukai Rui. Ato mungkin Rui yang akan menyukaiku. Bukankah kita tidak tahu masa depan akan jadi seperti apa!” ujarku memandangi Rui.
“Eh.. eh.. kalo begitu jika Haruki kembali menyukai Rui, ato Rui tiba-tiba tersadar bahwa ia ternyata selama ini mencintai Haruki dan butuh bantuanku untuk menjodohkan, aku akan membantu kalian,” ujar Kudo.
“Rui menyukai Haruki? Sepertinya itu hal mustahil yang tidak akan pernah terjadi. Tapi kalo kemungkinan Haruki mendapat ingatannya kembali…” Yue tampak berpikir.
“Hei.. tunggu dulu, kenapa Rui menyukaiku itu mustahil? Memangnya aku tidak pantas apa?” tanyaku pada Yue. “Rui, sekarang juga katakan kamu menyukaiku.”
“Maaf, tapi itu…” ujar Rui.
“Kenapa kamu tidak mendengar ucapanku tadi. Sekarang cepat bilang, katakan pada Yue kalo kamu menyukaiku…” ujarku marah. “Kenapa diam?”
“Eh…” Rui tampak kaget. “Aku baru kali ini melihat Haruki berteriak seperti tadi! Aku terkejut..”
“A..a..” ujar Kudo. “Rui paling suka cewek yang lemah lembut. Barusan kamu telah merusak citra yang dibangun Haruki selama ini.”
“Eh??” tanyaku bingung.
“Kalo kamu yang dulu mungkin masih bisa mendapatkan hati Rui. Tapi sekarang, kemungkinannya turun jadi 0 %. Sama sekali tidak ada kesempatan,” jelas Kudo.
“Tidak mungkin… apa yang tadi itu begitu mengerikan??” tanyaku pada Yue.
Yue mengangguk.
Aku jadi menyesali kenapa aku marah-marah tadi.
“Sudahlah, ayo sekarang kita minum dulu…” teriak Kudo. “Kita merayakan Haruki yang akan masuk sekolah besok.”
***
Malamnya, dikamar Rui.
Rui teringat 6 tahun yang lalu di sungai ketika ia berlibur di tempat kakeknya di desa.
“Kak Rui, liat sepertinya orang itu terjatuh!” ujar adik sepupuku yang lebih muda 2 tahun padaku.
Aku lalu melihat seorang anak mencoba memegangi ranting pohon ditepi sungai.
Aku lalu berenang kearahnya.
“Jangan melepaskan pohon itu. Tampaknya kamu tidak bisa berenang, aku akan mendorong tubuhmu keatas. Setelah itu cobalah naik ke batu disampingnya itu,” ujarku.
“Gantunganku… gantunganku…” Anak itu menunjuk ke tali yang tersangkut disebuah batu.
“Aku akan mengambilnya,” ujarku.
Aku lalu berenang menuju batu. Aku berhasil mendapat gantungan itu. Tetapi begitu aku menuju ketepian, pahaku tidak sengaja mengenai batu yang cukup tajam dan gantungan itupun terlepas. Aku berhasil berenang ketepian.
“Kamu, kenapa melepas gantunganku?” anak perempuan itu berteriak keras padaku. Lalu ia pun pergi.
Setelah itu aku pingsan karena kehilangan darah, begitu sadar aku sudah berada di sebuah klinik dengan kaki di perban.
Aku kemudian menghabiskan sisa liburanku di rumah kakek, dan setelah liburanku habis akupun kembali ke US.
Ternyata semua anak perempuan memang mengerikan kalo sudah marah.

Day 6
Hari ini pertama kali lagi Haruki masuk sekolah.
“Pagi Haruki!!!” ujar seseorang menyapaku ketika aku keluar dari rumah.
“Yue, Kudo, kalian menjemputku?” ujarku senang. “Rui juga ya!!”
“Soalnya kamu kan hilang ingatan. Takutnya kamu bakal tersesat!” Kudo cetus.
“Terima kasih…” ujarku.
“Ayo kita berangkat sekarang,” ajak Yue menggandeng tangan Kudo.
“Mereka berdua akrab ya!” ujarku pada Rui.
“Ya, begitulah!” jawab Rui pendek.
“Kalo kita dulunya bagaimana? Apa akrab seperti itu juga?” tanyaku sambil menggandeng Rui.
“Itu!” Rui memandangi tanganku.
“Ah, rupanya Rui masih marah ya…” ujarku. “Masalah aku marah itu Rui pasti masih syok ya?”
Rui menggelang begitu aku melepaskan pegangan tanganku.
“Dulu aku juga pernah dimarahi seperti itu!” ujarnya.
“Benarkah? Siapa? Ibumu? Kalo ibuku juga suka marah padaku!”
“Bukan, orang yang tidak kukenal.”
“Eh, cowok apa cewek?” tanyaku penasaran. “Rui masih ingat sampai sekarang berarti dia itu special ya!”
“Tidak kok! Aku dan cewek itu…” ujarnya grogi.
“Hha.. ha.. Rui diam-diam…” ejekku lagi.
“Hey, kalian kalo jalan selambat itu kita bakalan telat!” teriak Kudo.
“Kita disuruh cepat!” ujarku menarik tangan Rui dan berlari mengejar Kudo dan Yue.
Di sekolah,
“Pagi Haruki!” ujar seseorang menyapaku.
“Pagi…” balasku walau aku tidak tahu siapa dia.
“Itu Miki. Dia murid kelas kita juga!” bisik Rui yang ada di sampingku.
“Eh, kalian berdua. Jangan-jangan Rui dan Haruki sudah jadian ya?” ejek Miki.
“Tidak kok!” ujar aku dan Rui barengan.
“Eh!” Miki tampak kaget. “Haruki belum sembuh benar ya?”
“Eh?” ujarku tidak mengerti.
“Kalo Rui membantah aku tidak aneh. Tapi biasanya Haruki kan…” jelasnya. “Oh ya, kepalamu tidak kenapa-napa kan? Aku dengar kepalamu dijahit!”
“Sudah baikan. Yang tadi aku cuma bercanda. He.. he… aku hanya…” ujarku kehilangan kata-kata.
“Haruki, masalah judo ada yang ingin kubicarakan!” Rui menarikku. “Aku pinjam Haruki dulu!”
Setelah berada cukup jauh dari kelas.
“Rui, aku tidak tahu harus bagaimana!” ujarku takut. “Haruki yang dulu aku tidak ingat sama sekali. Aku pasti tampak aneh didepan Miki tadi!”
“Kalo begitu aku ke kelas duluan. Kamu setelah menenangkan diri baru masuk!” ujar Rui.
Aku mengangguk, “Aku juga mau berdoa agar tidak ada yang bertanya lagi.”
***
Dengan perasaan takut aku memasuki kelas.
“Pagi Haruki!!” sapa seseorang.
“Haruki pagi…” ujar yang lainnya.
“Kamu sungguh cepat sembuhnya. Kamu kelihatan sudah sehat sekarang!” teriak yang di belakang.
Aku menghampiri Rui.
“Tempat dudukmu di sebelahku,” ujar Rui.
“Haruki, mau tukaran tempat duduk?” tanya yang lain.
“Eh, aku…” ujarku bingung. “Aku disamping Rui saja.”
“Eh, bukan Ai lagi ya…” tiba-tiba cowok itu menutup mulutnya sendiri. “Aku ingat aku belum buat pr.”
“Apa yang terjadi Rui?” ujarku dengan suara pelan.
“Untuk sementara jangan bicara denganku dulu,” ujar Rui.
“Ibu Matsuzaki datang!” teriak seorang cowok sambil berlari masuk dan duduk.
***

“Moon, sebenarnya apa yang terjadi?” ujarku sambil jongkok didepan meja Yue yang letaknya dibelakang.
“Sebenarnya…” ujar Yue. “Tadi Rui…”
“Aku tahu kalian semua penasaran dengan jawabanku terhadap Haruki sebelum kecelakaan,” jelas Rui. “Aku telah menolaknya lagi…”
“Kamu keterlaluan Rui,” marah Miyaki.
“Tidak mungkin memaksakan perasaan kan?” ujar Rui.
“Jangan-jangan kecelakaan itu juga karena penolakan Rui ya?” tanya Miyaki lagi.
“Mungkin!” jawab Rui.
“Yue, bagaimana ini. Rui membuat dirinya terpojok!” jelas Takahashi yang duduk disamping Yue. “Semuanya, tolong jangan seperti Rui. Haruki sekarang lagi sedih, semoga kita bisa memberinya semangat dan tolong jangan menyinggung soal Rui didepannya.”
“Jadi Rui telah menolaknya lagi ya?” marah Kiyame. “Anak itu pasti syok…”
“Rui, kami tahu Haruki memang sedikit keterlaluan. Tapi kamu juga…” sambung Hasegami.
“Kami tidak akan menyinggungnya. Mungkin sekarang saatnya Haruki menyerah,” ujar Ayame.
Jadi,
“Rui berkata sebelum kecelakaan dia telah menolakmu lagi di depan murid-murid. Lalu ia juga berkata jangan menyinggung apapun di depanmu. Tampaknya semua murid jadi …” Yue tiba-tiba berdiri. “Kudo…”
Kudo terlihat masuk kekelas kami. Kudo memang tidak berada di kelas yang sama dengan kami.
“Ini apa Yue?” tanya Kudo sambil membaca isi kertas di meja Yue.
“Rui menyuruhku membaca itu tadi…” ujar Yue. “Tapi Haruki, bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?”
“Eh!” aku terkejut karena Yue menggenggam tanganku dengan erat.
“Apa itu karena Rui?” tanya Yue lagi. “Kalo itu benar, hilang ingatanmu itu memang sebaiknya terjadi.”
“Yue, kamu bicara apa?” tanya Kudo. “Rui mungkin menolak Haruki. Tapi kecelakaan itu bukan karena dia.”
“Apa aku berniat bunuh diri?” tanyaku pada diriku sendiri. “Aku rasa yang dikatakan Rui tidak benar. Mungkin Rui memang menolakku waktu itu. Tapi bukankah aku anak yang keras kepala. Tidak mungkin aku bunuh diri karena hal itu. Lagipula itu kan…”
***

Pulangnya Haruki ikut kegiatan klub bersama Kudo dan Rui.
“Mereka sudah datang!” teriak salah seorang anggota klub.
“Mereka?” tanya Haruki pada Kudo.
“Anak Nate…” ujar Kudo.
“Hey, tampaknya kamu telah siap Kudo. Kamu harus membayar mahal telah menjadi pacarnya Yue.”
“Yue?” tanyaku pada Rui.
“Ketua klub judo Nate adalah mantannya Yue,” jelas Rui.
“Eh!” tanyaku sedikit kaget.
“Hari ini menantang Kudo untuk mengerjai Kudo. 1 lawan 1, tapi bukan dia yang bertanding. Aku dengar yang bertanding adalah Kitamura Kenta. Cowok terhebat di Nate!” ujar Rui.
“Kitamura Kenta ya!! Eh, sepertinya aku pernah dengar nama itu!” ujarku mencoba mengingat-ingat.
Sekelompok anak berbaju kotak-kotak tampak masuk.
“Seragam Nate…” ujar Kudo. “Hari ini tiba juga!”
“Rui, Kenta…” ujarku pada Rui. “Kitamura Kenta yang mana?”
“Eh, aku juga tidak tahu…” ujar Rui.
“Yabuto lama kita tidak berjumpa…” ujar Kudo.
“Kudo… hari ini aku pasti akan mengalahkanmu!” ujar Yabuto.
“Kalo kamu memang cowok, apa perlu membayar orang lain untuk menjadi lawanku?” tanya Kudo.
“Berisik… siapa yang mengalahkanmu tidak penting. Asalkan aku bisa melihatmu kalah!” balas Yabuto.
“Nate terkenal dengan anak-anak orang kaya. Uang bukan masalah untuk mereka!” ujar anak klub yang lain.
“Maaf aku telat. Tadi jalan dengan Saeki sedikit lama dari dugaanku! Aku siap bertanding sekarang!” seorang cowok masuk.
“Kenta, kamu itu masih sempat bermain-main?” ujar Yabuto. “Kamu sudah kubayar mahal!”
“Aku tahu itu. Tapi Yabuto, kamu tau prinsipku kan! Yang datang akan kulayani. Yang pergi tidak akan kukejar. Apalagi kalo ada uang!” ujar Kenta.
“Dasar playboy..” ujar Yabuto. Sementara Kenta tampak tersenyum.
“Dia itu…” ujarku kaget. Bukankah ia abangnya Jun? Kitamura Kenta waktu itu. Tapi kali ini ia tampak berbeda.
“Kitamura Kenta, jago judo tapi banyak rumor mengatakan ia playboy dan punya segudang cewek cantik. Ia itu adalah cowok bayaran!” bisik anak klub dibelakangku.
Tapi itu benar diakan!
“Kitamura Kenta. Kamu masih mengenalku?” Haruki menghampiri kenta.
“Kamu siapa?” ujarnya. “Walau kamu bukan tipeku, tapi kalo untuk kencan bolehlah. Tapi itu kalo aku ada waktu kosong ya!”
“Hey… kamu ini jangan semua cewek kamu gaet!” Kudo marah.
“Waduh… kenapa marah? Ah, aku tau… kamu pasti Yue pacar Kudo itu ya?” ujar Kenta tersenyum. “Bukan aku yang menggodanya. Dia yang menawarkan diri. Rumor mengatakan Yue itu cantik, tapi kamu…”
“Baiklah, pertandingan akan dimulai sekarang. Mohon kalian bersiap!” teriak wasit.
“Kamu mengenal Kenta?” tanya Rui sambil menarikku kebelakang.
“Ya, tapi dia tidak seperti itu kemarin. Kenapa ia kelihatan beda?” ujarku bingung.
“Haruki, kenapa bengong?” pukul Kudo di kepalaku.
“Kudo, Kenta itu…” ujarku.
“Hei, Yue!” Kenta tampak menghampiri kami.
Ia lalu berjalan kearahku dan melihatku.
“Kudo! Pesan dari Yabu, kalo aku bisa menang kamu akan menyerahkan yue pada yabu ya? Kalo gitu siap-siap ya Yue. Kamu terpaksa jadian dengan Yabu lagi!” Sesudah mengatakan itu Kenta tampak pergi.
“Orang itu mengesalkan sekali!” Rui tampak tidak menyukai Kenta.
“Pertandingan mulai!” ujar wasit sambil memberi aba-aba.
Haruki tampak tidak sabar.
“Kenta berhasil membanting Kudo!” teriak Yabuto senang.
Babak pertama nilai 2 untuk kenta.
Babak kedua nilai 1 untuk kenta.
“Babak ketiga mulai!” ujar wasit.
“Tunggu!!!” teriakku.
“Pertama aku ingin mengatakan aku bukan Yue. Namaku Haruki… Uehara Haruki. Kedua, aku tidak senang Yue menjadi taruhan di pertandingan ini. Lagipula, jika Yabuto adalah cowok maka tidak seharusnya kamu yang bertanding!” teriakku pada Kenta.
“Yabu. Kenapa bukan kamu yang bertanding. Apa takut kalah?” teriakku pada Yabuto. “Lagipula, urusan ini bukannya tidak ada hubungan denganmu Kenta?”
“Siapa bilang? Jadi namamu Haruki ya? Yabu menjanjikanku uang sebanyak 300,000 yen jika aku menang. Maka ini adalah urusanku!” ujar Kenta. “Tolong biarkan aku melanjutkan pertandingan!”
“Kalo begitu, jika aku membayarmu lebih dari itu kamu mau melakukan apapun untukku?” tanyaku. Gawat, Haruki… apa yang kamu katakan. Tidak seharusnya kamu ceroboh… tapi,
“Aku akan membayarmu 400,000 yen. Tapi aku minta kamu berhenti bertanding. Biar Yabu saja yang bertanding!” ujarku pada Kenta.
“Baiklah, 500,000 yen. Aku akan berhenti. Bagaimana?” tanya Kenta. “Aku tidak pernah menolak permintaan dari cewek dan tidak akan pernah bisa!”
“Haruki, jangan …” cegah Rui.
“Baiklah… aku akan menyerahkan uangnya besok ke sekolah Nate!” ujarku. “Sekarang pertandingannya bisa Yabu yang bertanding?”
Setelah aku mengatakan itu Kenta tampak mengambil tasnya dan pergi.
“Kenta tunggu!” Yabu tampak khawatir.
“Maaf, tapi mereka membayarku lebih mahal dan yang meminta adalah cewek. Ini uangmu aku kembalikan!” ujar Kenta. “Hey, Haruki.. aku tunggu uangku besok!”
“Kamu brengsek!” ujar Yabuto. Dia tampak mau memukul Kenta.
Kenta tidak menghindar. Tapi untuk sejenak ada aura yang tidak mengenakkan. Yabuto menghentikan pukulannya tepat sebelum mengenai wajah Kenta. Kenta lalu tersenyum dan kemudian pergi. Senyuman yang mengerikan.
Yabuto kemudian juga pergi.
“Haruki!!!” Kudo lalu memukul kepalaku dengan tas. “Bagaimana kamu mendapatkan 500,000 yen?”
“Ah, benar! Celaka, darimana aku mendapatkan 500,000 yen?” tanyaku balik.
“Dasar bodoh! Seharusnya kamu tidak usah mencegah pertandingan kami!” ujar Kudo marah.
“Hey, aku menolongmu. Kenapa kamu malah marah padaku?” tanyaku membela diri.
“Kamu seharusnya diam saja, dasar tukang ikut campur!” Kudo lalu pergi.
“Sebenarnya pertandingan ini rekayasa Kudo. Ia ingin lawan bertanding yang hebat seperti Kenta. Tapi kamu malah…” ujar Rui.
“Eh, aku tidak tahu. Kenapa kamu tidak mengatakannya? Bagaimana ini Rui. Besok aku harus membayar 500,000 yen lagi. Kamu mau membantuku kan?” ujarku tersenyum pada Rui.
“Rui, jangan pinjamkan Haruki. Kalo tidak kamu kupecat dari klub. Ini salahmu, kamu harus tanggung sendiri!” teriak Kudo dari kejauhan.
***
Keesokan,
Haruki mendengar dari yue, orang tua Kenta kaya raya, tapi anak itu kenapa harus mencari duit segala. Kenapa anak orang kaya begitu kurang kerjaan?? Mana bayarannya mahal lagi!!
“Ah… darimana aku bisa mendapatkan duitnya??” ujarku sambil melihat kelangit. “Tuhan… aku mohon turunkan hujan uang. Kali ini saja!”
Setelah beberapa lama,
“Sepertinya tidak bisa ya Tuhan??” ujarku putus asa. “Baiklah…”
Tampaknya Haruki tidak sadar ia telah tiba di sekolah Nate.
“Hey… Mana duitnya?” tanya Kenta.
“Itu!! Aku tidak bawa.. aku tidak punya uang sebanyak itu?” ujarku polos.
“Jadi kamu membohongiku. Kamu ini benar-benar cari masalah ya!” teriak Kenta marah.
“Aku tidak berniat bohong… Lagipula...” ujarku terhenti. “Aku dengar orangtuamu kaya. Kenapa kamu harus begini??”
“Memang… tapi jumlah yang kudapat tidak cukup untuk bersenang-senang. Orang miskin sepertimu tidak akan paham!”
“Aku memang tidak paham. Menggunakan uang untuk bersenang-senang,” ujarku polos. “Tapi kalo hanya untuk mendapat kesenangan… Aku bisa bantu. Bagaimana kalo aku membayar duit itu dengan cara membuatmu senang?”
“Oh… jadi sekarang kamu menawarkan dirimu?? Oh! Aku tahu… sejak awal tujuanmu adalah memberikan tubuhmu padaku??” ujar Kenta paham.
“Hah??” tanyaku tidak paham.
Kenta tersenyum, “Disini tidak keberatan kan??”
Kenta lalu membuka kancing baju Haruki.
“Kenta… apa yang kamu lakukan??” teriakku sambil mendorongnya. “APA KAMU SUDAH GILA??”
“Sebenarnya kamu mau apa? Tadi bukannya katamu akan membayar duit yang kamu janjikan dengan cara membuatku senang?” ujar Kenta. “Aku bingung dengan yang namanya cewek. Jelas-jelas mau tapi masih sok jual mahal?? Aku tau kamu tidak mau melakukannya disini! Kamu maunya dimana?”
‘Plak!’ Haruki menampar Kenta di pipinya.
“Hey… kamu ini! Dasar cewek gila… kenapa aku harus ditampar setiap kali bertemu denganmu?? Kemarin di taman juga…ups….” Kenta menutup mulutnya.
“Hey… kamu ingat rupanya?” tanya Haruki.
“Aku sibuk sekarang. Uang itu nanti akan kutagih dengan bunganya. Jadi aku harap kamu bisa membayarnya!” ujar Kenta sambil beranjak pergi.
“Tunggu dulu Kenta…” teriak Haruki namun tidak didengarkan Kenta.
***

Seminggu kemudian, di pintu gerbang.
“Hey, kamu gak usah bayar. Cuma berhenti mengikutiku, aku bisa gila. Seminggu sudah cukup!” ujar Kenta menatapku tajam.
“Hoi… hari ini kamu akan jalan dengan cewek yang berdandan menor itu kan?” tanya Haruki. “Pasti kalian akan makan steak lagi. Dan kamu pasti tidak menghabiskannya. Pasti kamu tidak menyukainya kan?”
Kenta menatap Haruki tajam.
“Aku mengamatimu selama seminggu, aku tahu apa yang membuatmu senang dan apa yang tidak kamu sukai. Aku tidak bisa bayar dalam bentuk uang, tapi 500,000 yen itu aku akan membayarnya dengan memberimu 500,000 kebahagiaan. Bagaimana?” tawar Haruki.
“Kenapa aku harus mau? Lagipula seperti yang tadi kubilang. Utangmu kuanggap lunas. Kamu jangan mengikutiku lagi!” ujar Kenta.
“Baiklah, aku tahu motomu… segala yang pergi tidak akan kamu kejar. Tapi mendengar alasanmu kemarin uang adalah untuk bersenang-senang. Kuputuskan bahwa kamu mengejar uang untuk mencari kesenangan… bagiku kesenangan adalah sesuatu yang membuatku bahagia, sesuatu yang aku sukai dan sesuatu yang bisa membuatku tertawa lepas. Kalo kamu bersedia aku akan menunjukkan semuanya itu. Bagaimana menurutmu?” tanya Haruki sambil memandang Kenta.
“Kamu gila, malas aku meladenimu. Lagipula cewek menor yang kamu katakan tadi sudah tiba. Kami akan pergi makan steak lagi hari ini!” ujar Kenta.
“Kenta!” panggil Ieko. “Ayo masuk kedalam mobil!”
“Katakan iya sekali saja, maka aku tidak akan menyerah sampai kamu mendapatkan kesenangan yang kamu cari itu!” teriak Haruki sebelum Kenta pergi.
***

“Lagi-lagi aku gagal…” keluh Haruki.
“Kamu sudah seminggu membuntutinya. Kalo ia tidak mau, sebaiknya menyerah saja!” saran Kudo.
“Benar!” ujar Yue.
“Aku tidak mau! Selama ini ia terus mencari kebahagiaannya. Aku ingin membantunya!” ujar Haruki.
“Kalo begitu kamu bisa membantunya dengan menyerahkan uang 500,000 yen padanya. Dengan uang itu barangkali ia bisa menemukan kebahagiannya? Bukankan itu juga salah satu cara terbaik untuk membantunya?” ujar Kudo.
“Ya… cara terbaik kurasa! Lagipula dengan mengikutinya terus seperti stalker tidak mungkin bisa membantu apapun!” ujar Yue.
“Aku akan pinjamkan padamu besok!” ujar Rui.
“Terima kasih!” ujar Haruki tidak bersemangat. “Oh ya, aku duluan ya!”
Haruki lalu pergi.
“Aku tidak suka dengan Kenta!” Ujar Kudo dengan nada tinggi.
“Setelah membayar besok, Haruki tidak usah berurusan dengannya lagi!” ujar Rui.
“Eh, tumben Rui berkomentar!” ujar Yue. “Jangan-jangan…”
“Bodoh, itu karena ia tidak suka juga pada Kenta. Bukan karena apa yang kamu pikirkan!” marah Kudo.
“Memangnya apa yang kupikir?” tanya Rui.
“Rui cemburu pada Kenta!” ujar Kudo.
“Eh… Kudo juga merasa begitu?” tanya Yue. “Jadi benar ya?”
“Tidak mungkin!” ujar Kudo. “Rui tidak mungkin menyukai Haruk. Aku sudah mulai menerimanya!”
***

Haruki membawa duit dari Rui.
Kenta, bisa kita bicara?”
Kenapa lagi?
Ini…
Haruki lalu pergi.
“Surat…
Disini ada cek uang 500000 yen. Kamu bisa menggunakannya untuk mencari kebahagiaanmu sendiri. lalu ada juga kertas lain yang bertuliskan 500000 happiness. Kamu bisa menggunakan ini dan aku akan membantumu mencari kebahagiaanmu. Bukankan mencari berdua lebih cepat dari seorang diri.
Pilihan ada padamu. Kamu tahukan rumahku. Masukin diamplop dan kirimkan kembali yang bukan pilihanmu.. aku tunggu besok jawabanmu.
Tidak ada amplop di kotak surat.
Disekolah, seseorang memberikan amplop pada Haruki.
“kertas tulisanku… rupanya ia tidak mau bantuanku.”
“Haruki, ini…” saeorang anak.
“Duit? Untuk apa?”
Ini juga surat.
“kepada haruki, aku menyobek kertas tulisanmu. Aku tidak percaya apa yang kamu tawarkan. Jadi sebagai jaminan. Aku mengambil 25000 happiness dan 25000 yen karena bingung memilih. Ini 25000 yen dan setengah potongan dari tulisanmu. Jika aku tidak puas dengan apa yang kamu berikan, maka aku akan mengambil uang itu kembali dan sebaliknya.
“He..
Haruki tampak senang.
“Rui bingung. Haruki mengembalikan 25000 yen. Sisanya akan aku berikan lagi.
“Rui membaca surat dari kenta.
“Merasa tidak senang."

bersambung

COMMENTS :




Don't Spam Here

0 komentar to “ A Love ”

Post a Comment

Bagi sobat-sobat silahkan comment disini, Insya Allah saya comment balik di blog anda dan Saya follow juga. Blog 7ASK adalah Blog Do Follow, Terimakasih atas kunjungan Anda..!

 

Copyright © 2008-2011 All Rights Reserved. Mobile View Powered by 7ASK / WAWAN ADIE and Distributed by Template

Facebook Twitter Mykaskus